(Ki-ka) Yus Suhartana bersama Ketua PAWIBA Provinsi Bali, I Nyoman Sudiarta dan Thomas.
DENPASAR | patrolipost.com – Para pengusaha angkutan wisata di Bali yang tergabung dalam Persatuan Angkutan Wisata Bali (PAWIBA), menjerit! Pasalnya, sektor usaha yang mereka tekuni bertahun-tahun kini betul-betul terjepit akibat menyebarnya pandemi Covid-19 yang melanda seantero jagat. Kondisi ini diperparah dengan dicabutnya program relaksasi di sektor keuangan yang sempat digulirkan pemerintah bagi para pengusaha melalui lembaga keuangan.
“Awal sebelum Covid-19, anggota kami ada sekitar 140 pengusaha angkutan wisata, tapi semakin kesini, semakin mengecil tinggal 50 pengusaha yang masih mencoba bertahan,” sebut Ketua PAWIBA Provinsi Bali, I Nyoman Sudiarta, Senin (7/6/2021).
Diuraikan, awal Covid-19, ia bersama rekan-rekannya berharap banyak dengan digulirkannya program relaksasi perbankan/finance dari pemerintah, namun akhirnya program tersebut menurut Sudiarta seperti jebakan “Batman” justru banyak pengusaha yang terperosok lebih dalam lagi akibat beban hutang yang dipikul. Hutang pokok tetap, bunga bayar terus.
“Hasil akhir banyak pengusaha angkutan yang kendaraannya disita oleh perbankan ataupun finance,” ungkapnya, seraya menambahkan pihaknya pernah mendatangi pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanyakan, kenapa implementasi di lapangan berbeda dengan apa yang diisyaratkan pemerintah? Jawab pihak OJK, penerapan regulasi tersebut diserahkan kepada masing-masing lembaga keuangan.
“Lantas kalau situasi seperti ini dimana keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha,” keluhnya.
PAWIBA yang merupakan salah satu unit dari DPD Organda Bali, menurut Sudiarta, saat ini betul-betul memerlukan uluran tangan pemerintah dalam menggerakkan dunia usaha, khususnya angkutan wisata Bali. Banyak pengusaha pariwisata dan pelaku usaha pariwisata di Bali, saat ini tidak dapat lagi mempertahankan kemandirian ekonominya untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya, sambung Sudiarta.
“Kami berencana Selasa (8/6) menghadap anggota dewan di Renon untuk menyampaikan aspirasi kami kepada Bapak Gubernur Bali, Pak Wayan Koster, agar bisa mengulurkan bantuan dalam bentuk kebijakan bagi pengusaha angkutan wisata Bali,” ucapnya.
Kebijakan yang diharapkan pengusaha angkutan wisata Bali antara lain, keringanan pajak kendaraan serta dibukanya kembali pariwisata Bali bagi wisatawan. Kalaupun ada kebijakan lain yang mampu memggerakkan kembali sektor ini, PAWIBA paling tidak juga dilibatkan.
“Jangan seperti beberapa waktu lalu, ada dana hibah di sektor pariwisata yang dapat hanya anggota PHRI saja, kami tidak,” sentilnya. Padahal menurut Sudiarta, PAWIBA juga bagian dari infrastruktur pariwisata Bali.
“Setetespun kami tak merasakan,” cetusnya, yang merasa disatu sisi terkait perizinan ada di Dinas Perhubungan, disisi lain bisnis PAWIBA ada di pariwisata, induk organisasi ada di ORGANDA.
Selaku Ketua PAWIBA Bali, Sudiarta tidak ingin berandai-andai dengan berbagai program yang masih di awang-awang, ia hanya meminta uluran tangan pemerintah Bali, melalui Gubernur Bali agar hadir membantu para pengusaha angkutan wisata yang sejatinya mampu menghidupi belasan ribu tenaga kerja di dalamnya.
“Dua belas ribu lebih tenaga kerja yang dirumahkan, termasuk sopir dan kernet,” ungkapnya.
Dijelaskan pula, pandemi Covid-19 ini membuat para pengusaha angkutan wisata menderita kerugian rata-rata Rp 2 miliar, sedangkan di Bali tercatat ada sekitar 1.000 unit angkutan wisata (bis, red). Jadi menurutnya, bisa dibayangkan berapa kerugian yang ditanggung pengusaha angkutan wisata Bali yang saat ini masih tersisa sekitar 30 persen saja.
“Kondisi kami betul-betul terpuruk,” tandasnya.
Dari tempat yang sama, salah seorang pemilik usaha angkutan wisata “Nusantara Transport”, Yus Suhartana mengakui, tak banyak yang bisa diharapkan dengan adanya Covid-19, dirinya dan kawan-kawan hanya menunggu kebijakan dari Gubernur Bali selaku orang nomor satu di Bali.
“Yang pasti kita jangan sampai jadi penonton di daerah sendiri,” katanya singkat. (wie)