BADUNG | patrolipost.com – Masyarakat dan wisatawan di kampung turis Canggu sempat dibuat terkejut lantaran kehadiran Kapolres Badung AKBP Teguh Priyo Wasono bersama Kasat Reskrim Polres Badung I Gusti AKP I Gusti Nyoman Jaya Widura dan Kapolsek Kuta Utara AKP Muhammad Rizky Fernandez dan anggota, ditambah puluhan Pasukan Brimob bersenjata lengkap berbondong-bondong ke Vila Pisang Mas, Jalan Pemelisan Agung Nomor 9, Banjar Gundul, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Sabtu (6/4/2024).
“Kami mengira ada yang genting. Entah ada teroris ataukah temuan bom dan lain sebagainya. Kami panik,” ungkap warga setempat yang kerap disapa Gus Arik, Minggu (7/4/2024). Belakangan, ketika rombongan pulang baru diketahui diduga ada masalah vila.
“Setahu kami, vila ini sudah bersengketa sejak lama. Akses masuk sempat ditutup (dipagari) kenapa baru sekarang. rombongan lagi, bikin panik saja,” sebut warga ini.
Pada saat rombongan Polisi datang, pemilik vila Lenny Yuliana Tombokan bersama penasehat hukum dan puluhan orang yang dipekerjakan untuk mengamankan vila sudah di lokasi. Kuasa Hukum Vila Pisang Mas, yakni Nikolas Kilikily beradu argumen menolak untuk keluar dengan memaparkan sejumlah bukti kepemilikan.
Bahkan isu yang beredar, Kapolres, Kapolsek Megwi dan Kasat Reskrim yang datang ke lokasi melibatkan puluhan anggota Brimob, diduga tak paham seluk beluk kasus, akhirnya gagal kosongklan vila, bahkan terancam dilaporkan ke Mabes Polri.
“Setahu kami, AKBP Teguh Priyo Wasono meminta penghuni vila yang diakui milik Lenny Yuliana Tombokan itu keluar dari vila. Aneh, yang ke gini biasanya ada Hakim dan Panitera,” lagi ucapnya.
Dikonfirmasi terkait masalah ini, Nikolas Kilikily membenarkan. Pihaknya sangat menyayangkan kehadiran Kapolres, Kapolsek, Kasat Reskrim. Mereka terkesan memgintiminadi pemilik vila dengan membawa puluhan Anggota Brimob, dengan membawa senjata laras panjang.
“Menurut saya, diduga sudah tak beres. Warga dan masyarakat akan menilai bahwa ini terkesan intimidasi dengan cara arogansi,” cetus pengacara berkantor di Jakarta ini.
Kapolres Badung dengan tegas menyuruh penghuni keluar, sementara tidak ada surat perintah dari pengadilan. Yang berhak memerintahkan pengosongan di vila ini adalah pengadilan. Kalau ada perintah eksekusi dari pengadilan, dengan senang hati pihaknya keluar dari dari vila.
“Kapolres dan anak buahnya mempersoalkan sertifikat tanah yang sedang sengketa, tanpa ada surat tugas dari pengadilan,” ungkap Nikolas sembari senyum. Nikolas juga mengaku saat ini sedang menyusun gugatan untuk menggugat beberapa pihak. Juga akan buat bersurat ke Presiden, juga laporan ke Mabes Polri dan Divpropam terkait dugaan intimidasi yang terkesan arogan dalam melaksanakan tugas.
Dikatakan, dalam melaksanakan tugas, polisi sebagai pengayom masyarakat. Bukan teriak-teriak, pakai tangga naiki pagar dan lain sebagainya.
“Belum mengerti duduk persoalan tanah ini mereka (polisi) datang bawa senjata laras panjang,” bebernya.
Terkait hal ini, pemilik vila Lenny Yuliana Tombokan angkat bicara. Dijelaskan, dua bidang Tanah di Jala Pemelisan Agung, Banjar Tegal Gundul, Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, dibeli sejak 2004. Lokasinya bersebelahan, yakni tanah pipil yang seluas 6.800m2 milik Laba Pura Desa Adat Kerobokan dibayar lunas. Bertransaksi dihadapan Notaris I Gusti Ketut Astawa dengan Akta Perjanjian Nomor 03 tanggal 31 Mei 2004.
Satunya lagi, tanah SHM seluas 4.475 m2 dengan SHM 3234 milik I Nengah Karna. Pembayaran lahan, wanita bersuami warga negara Jepang telah lunas dan melakukan transaksi tanah tersebut di Notaris I Gusti Ketut Astawa dengan nomor Akta Perjanjian Jual Beli Nomor 10 tanggal 29 Juli 2004.
Permasalahan pertama muncul dari tanah Pipil Laba Pura Desa Adat, seluas 6.800m2. Datang Fongky dan A.A Kompiang Suteja, lalu klaim dari pihak Laba Pura, walaupun Akta Perjanjian tersebut sudah ditandatangani oleh 12 pengempon sesuai bukti kuitansi jual beli. Keduanya menjual tanah ini kepada pihak lain yaitu Drs. Yoga Perdana dan Rafyan.
Empat pria itu melakukan transaksi jual beli tanah tanpa komunikasi dengan dengan wanita sapaan Lenny sebagai pembeli pertama.
“Ya, hingga kini Akta Perjanjian Nomor 03 tanggal 31 Mei 2004 belum dibatalkan,” tuturnya. Masalah ini, sudah dilakukan perdamaian, anehnya dalan Surat Perjanjian atau Surat Kesepakatan di Polres Badung pada tanggal 21 Mei 2009, tanpa melibatkannya.
Diketahui pihak pertama Yoga dan Rafyan menyerahkan tanah seluas 2,8 are kepada Lenny sebagai kompensasi (uang muka/DP) telah diterima Pengempon Pura Dalem Panti Agung Kerobokan dan dirinya sebagai pihak kedua Rp 250.000.000. Yang mana lahan tersebut pihak kedua(Lenny) akan dijadikan akses jalan menuju villa milik Lenny.
Saat itu juga, Fongky dan I Wayan mengatakan tanah itu bermasalah sehingga wanita tersebut harus terima kompensasi atas tanah 280m2 itu saja. Parah lagi, belakangan terbitlah dua SHM tanah pipil seluas 6.800m2 milik Laba Pura.
“Nanti akan nyambung dengan permasalahan ke dua,” tambah Lenny sembari mengatakan, dua lelaki ini membuat pernyataan sepihak, 24 Oktober 2016. Disini masuklah Komisaris BPR Sedana I Wayan Sumantara mengatakan kepada keduanya dengan mencatut nama Lenny Tombokan, meminta surat pernyataan bahwa tanah SHM 3395 Tibubeneng seluas 280m2 akan berfungsi sebagai jalan.
“Saya terkejut saat mendapatkan penjelasan dua orang ini, Yoga dan Rafyan. Saya langsung merespon dan mengatakan bahwa mereka dibohongi oleh Sumantara,” kisahnya dengan nada sedih.
Atas masalah tersebut, ketiganya bergegas ke Notaris I Nyoman Alit Puspadma untuk melakukan balik nama atas SHM 3395 seluas 280m2. Lalu di kantor Notaris ini, dilakukan AJB dengan nomor 52/2023, Kamis 6 Juli 2023. Sehingga SHM 3395 Tibubeneng seluas 280m2 menjadi nama Lenny Yuliana Tombokan.
Diketahui juga, motif I Wayan Sumantara meminta surat pernyataan dari Yoga dan Rafyan itu, dipakai Sumantara sebagai dasar menyewakan tanah kepada dua Warga Negara Asing, di lahan SHM 708 Tibubeneng seluas 2.500m2 milik I Nengah Karna. Sebab lahan itu tidak ada akses jalan.
“Dan jangan salah, Tanah 708 Tibubeneng seluas 2.500m2 milik Karna, sudah saya beli lunas. Tetapi bapak tua (I Nengah Karna) belum juga memberikan sertifikat itu,” kisahnya.
Dua WNA yang dimaksud, Nicole Schneiter Robert Charrue, menyewa lahan selama 25 tahun sebesar Rp 3.450.000.000 dengan Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Nomor 08 Tertanggal 2 November 2016 di Notaris Harrono, SH. Juga Daniel Kurt Michell selama 25 tahun, dengan harga sewa Rp 3.239.500.000.
Akta Perjanjian sewa menyewa tanah Nomor 23 tanggal 25 Agustus 2021 dibuat di hadapat Notaris Henny Trisiay. Kemudian dibangun villa-villa di atas tanah SHM 708/Desa Tibubeneng seluas 2.500m2 tersebut. Pun dijelaskan, dua warga Negara Asing yang menyewa tanah SHM 708, menggunakan SHM 3395 Tibubeneng seluas 280m2 sebagai akses jalan.
“Dapat saya duga motif I Wayan Sumantara meminta surat pernyataan akses jalan pada Yoga dan Rafyan untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” kisahnya. Karena itulah, Lenny keberatan dengan pihak-pihak yang sudah memakai tanah tanpa izin, dan menerima keuntungan tanpa izin darinya selaku pemilik tanah.
Sambil menunjukan bukti, dikatakan perkara atas tanah SHM 3395 Tibubeneng seluas 280m2 atas nama Lenny Yuliana Tombokan telah mendapatkan keputusan di Pengadilan Negeri Denpasar dan Pengadilan Tinggi terkait akses masuk miliknya juga. Bahwa tanah tersebut adalah sah miliknya.
“Ini bukti putusan. Saya adalah pemilik yang sah atas SHM 3395 Tibubeneng seluas 280m2 tersebut,” tambahnya. Kemudian tanah SHM 3394 Tibubeneng seluas 7.000m2, pecahan dari tanah pipil milik Laba Pura Desa Adat Kerobokan yang saat itu atas nama Drs. Yoga Perdana dan Rafyan telah dijual dan kini SHM tersebut menjadi atas nama 3 orang yaitu, Eerkin, Inggriani Tedjokoesoemo, Noer Wahyu dan Wanti Setiodjojo.
Menurut informasi yang didapatkan, Erkin memberikan akses jalan kepada dua Warga Negara Asing yang saat ini masih berperkara dengannya. Sehingga Erkin turut serta dalam permasalahan ini. Atas kekecewaan ini, Lenny melakukan blokir SHM 3394 Desa Tibubeneng seluas 7.000m2 atas nama Erkin Inggriani Tedjokoesoemo, Noer Wahju, dan Wanti Setiodjojo di BPN Badung.
“Terpaksa saya mengambil langkah hukum demi hak atas SHM 3394 Desa Tibubeneng seluas 7.000m2,” timpalnya.
Kemudian yang ke dua, menyangkut masalah SHM 3234 Desa Canggu seluas 4.475m2 milik I Nengah Karna, yang ditransaksi di hadapan Notaris I Gusti Ketut Astawa, dengan Akta Perjanjian Jual Beli Nomor 10, 29 Juli 2004.
“Atas Akta Perjanjian tersebut saya sudah membayar lunas dengan adanya kuitansi dan surat pernyataan lunas dari pemilik tanah I Nengah Karna,” kisahnya sembari mengatakan, atas tanah SHM 3234, secara diam-diam, terjadi pemecahan berkali-kali tanpa izin Lenny.
“Akta Perjanjian Jual Beli Nomor 10 tanggal 29 Juli 2004 belum dibatalkan,” ungkapnya.
Tentu dengan dibuatnya perjanjian ini, maka Karna tidak berhak lagi menjual, menyewakan, menjaminkan dengan cara apapun. Juga memberikan hak berupa apapun atas tanah tersebut kepada pihak lain tanpa persetujuan Lenny Yuliana Tombokan.
“I Nengah Karna sarat melakukan perbuatan melawan hukum dengan memecah sertipikat tersebut tanpa izin dari saya. Waktu itu saya masih berstatus Warga Negera Jepang,” cetusnya.
Dikatakan, SHM Induk SHM 3234 Desa Canggu seluas 4.475m2 milik I Nengah Karna dipecah menjadi dua sertifikat yaitu SHM 707 Desa Tibubeneng seluas 1.800m2 atas nama Jefri Reflh T sesuai Akta Jual Beli Nomor 114 2004 di Notaris Gusti Aayu Nilawati.
Hal itu dilakukan berdasarkan Akta Kuasa Nomor 11 tertanggal 29 Juli 2004 di Notaris I Gusti Ketut Astawa, dan SHM 708 Desa Tibubeneng seluas 2.500m2 atas nama I Nengah Karna. Kemudian SHM 707 Desa Tibubeneng seluas 1.800m2 atas
nama Jefri Fefli T berubah menjadi nama I Wayan Sumantara atas dasar Akta Perjanjian Jual Beli Nomor 301 2005 tertanggal 21 Juli 2005 di Notaris I Putu Sarjana Putra.
Mengejutkan lagi, ditemukan bahwa transaksi tersebut terdapat unsur penipuan yang dilakukan oleh I Wayan Sumantara selaku Komisaris BPR Sedana. Dia memerintahkan Notaris Wayan Setia Darmawan, membawa blangko kosong kepada Jefri Refly T untuk ditandatangani.
“Memang mafia. Parah lagi, blangko kosong tersebut menjadi dasar atas Akta Perjanjian Jual Beli Nomor 301/2005 21 Juli 2005 di Notaris I Putu Sarjana Putra,” cetusnya. Ini dibuktikan sesuai surat pernyataan Wayan Setia Darmawan tertanggal 8 Juli 2023. SHM 707 Desa Tibubeneng seluas 1.800m2, sudah berubah menjadi nama I Wayan Sumantara dan diagunkan (disekolahkan) di Clipan Finance.
“Menurut informasi dari Notaris Wayan Setia Darmawan, pinjaman atas tanah tersebut dipakai I Wayan Sumantara untuk membeli kapal Rama dan Shinta,” tambahnya. SHM 707 Desa Tibubeneng seluas 1.800m2, telah dilakukan pemecahan oleh Sumantara menjadi 2 sertifikat. Yakni SHM 6164 Desa Tibubeneng seluas 778m2 atas nama Dicky Budi Atmaja.
SHM 6165 Desa Tibubeneng seluas 1.022m2 atas nama I Wayan Sumantara. Kemudian SHM 708 Desa Tibubeneng seluas 2.500m2 atas nama I Nengah Karna, kemudian disewakan kepada dua WNA itu. Lalu dibangun villa di atas tanah SHM 708 Desa Tibubeneng seluas 2.500m2. SHM 708 Desa Tibubeneng seluas 2.500m2 atas nama I Nengah.
Dia juga melakukan pemecahan menjadi dua sertidikat SHM 8823 Desa Tibubeneng dengan luas 150m2 atas nama Yuana dan SHM 8824 Desa Tibubeneng dengan luas 2.220m2 atas nama sendiri (Karna). Sudah sangat jelas bahwa sejak membayar lunas tanah seluas 4.475m2 milik Karna dengan Nomor SHM 323 Desa Canggu tersebut, Lenny sama sekalibtidak pernah mendapatkan hak.
Justru pemilik tanah Karna berkali-kali mendapat keuntungan dengan menyewakan dan memecah SHM 3234 Desa Canggu tersebut. Adapun uang yang sudah diterima oleh Karna, pembayaran lunas dari Lenny Yuliana Tombokan Rp 2.013.750.000. Pembayaran Sewa Villa selama 25 tahun dari Nicole Scneiter Robert Charrue Rp 3.450.000.000. Lalu, pembayaran sewa Villa selama 25 tahun dari Daniel Kurt Mochell Rp 3.239.500.000
“Menang banyak si Karna. Total uang yang diterimanya adalah Rp 8.703.250.000. Jumlah di atas belum termasuk tanah 150m2 yang dijual Yuan,” ujarnya sembari mengatakan, ada beberapa Laporan Polda Bali. Baik, Lenny terhadap dugaan Wayan Sumantara dkk memyangkut case jalan, Nengah Karna, case tanah. Lalu Jeffry, mengadukan Wayan Sumantara, Notaris Iwan dan Notaris Putu Sarjana. Dan telah mendapatkan hasil dari Polda Bali 2 Januari 2024. Isinya Lenny telah menerima hak yaitu tanah seluas 1.800m2 dari total 4.475m2 milik I Nengah Karna.
“Saya sangat kecewa dengan hasil gelar Polda Bali tersebut, yang hanya menyebutkan saya telah menerima tanah 1.800m2, sejak tanggal 29 Februari 2024.Pada faktanya, tidak ada satupun tanah yang telah diterima sejak melakukan pelunasan atas pembelian tanah seluas 4.475m2 milik Karna,” tuturnya.
Wanita tersebut akan mengambil langkah hukum untuk mengambil hak atas sisa tanah seluas 2.675m2 yang telah sewakan dan jual oleh Karna. Adapun celah yang membuat pemilik tanah I Nengah Karna menyewakan dan memecah tanah tersebut disebabkan oleh Notaris I Gusti Ketur Aastawa, dengan sengaja mengembalikan SHM 3234 Desa Canggu kepada pemiliknya I Nengah Karna, tanpa izin dan tanpa rasa bersalah.
“Pihak-pihak terlibat masih merasa benar dalam kesalahan mereka,” paparnya. Karena itu, Lenny Yuliana Tombokan terus memperjuangkan hak-haknya dengan menempuh jalur hukum hingga tingkat Mabespolri dan juga bersurat kepad Presiden Repoblik Indonesia. Pun akan mengajukan gugatan untuk membatalkan seluruh pecahan dari SHM induk SHM 3234/Desa Canggu seluas 4.475m2. Dan membatalkan sewa menyewa kepada kedua WNA.
Dalam masalah ini, ada pihak lain yang diduga mencari keuntungan, hingga Mobil Mercedes Benz S400, B 2319 SXT untuk operasional diduga digelapkan, nantinya akan dilaporkan ke pihak berwajib.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Badung AKBP Teguh Priyo Wasono mengatakan pihaknya datang ke TKP setelah menerima laporan dari masyarakat tentang adanya penyerobotan lahan di sana.
Kedatangan mereka katanya, dalam rangka upaya pemeliharaan keamanan dan penegakan hukum, berdasarkan laporkan polisi nomor 42 bulan Febuari tahun 2024 terkait dengan adanya tindak pidana menempati atau memasuki objek lahan, atau rumah yang bukan menjadi hak miliknya. Berdasarkan laporkan itu pihaknya melakukan proses penyelidikan dan penyidikan.
“Eskalasi ancaman keamanan sebenarnya tidak ada. Setelah mendapat penolakan dari penghuni vila puluhan aparat bersenjata itu bubar,” sebut Kapolres. Bahkan pihak vila siap hadir ke kantor polisi untuk membicarakan upaya-upaya hukum yang mereka lakukan. Manakala mereka tidak bisa membuktikan dan kita bisa membuktikan bahwa memang ada tindak pidana maka mereka akan keluar secara kooperatif.
“Mereka hanya menempati objek ini. Tidak ada ancaman,” pungkasnya. (*/red)