LABUAN BAJO | patrolipost.com – Warga masyarakat yang hidup di lingkar Danau Sano Nggoang yang terdiri dari warga di tiga kampung adat di Desa Wae Sano (Dasak, Nunang dan Lempe) kembali mendatangi Kantor Bupati Manggarai Barat, Jumat (4/3/2020).
Kedatangan warga Desa Wae Sano ini kembali untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap proyek panas bumi (Geothermal) yang akan dikelola oleh PT GEO Dipa Energi selaku salah satu BUMN dibawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Kali ini, warga menyambangi Kantor Bupati Manggarai Barat dengan membawa sejumlah hasil bumi berupa ubi – ubian, padi, jagung, kelapa, pisang, kacang dan sayuran, yang dipamerkan di depan Kantor Bupati Mabar. Aksi ini ingin menunjukkan bahwa warga Wae Sano telah lama hidup dari kekayaan alam yang dimiliki dengan cara bertani dan berkebun dan tidak membutuhkan proyek Geothermal.
Sebelum tiba di kantor Bupati, warga melakukan aksi long march dari Gereja Paroki Roh Kudus Labuan Bajo sambil menabuh gong dan gendang dengan turut serta menunjukkan berbagai poster penolakan dimana diantaranya berbunyi; “Kami Mau Pariwisata Alam, Bukan Perusak Alam”, “Bupati Manggarai Barat Jangan Gadaikan Rakyatmu kepada Korporasi”, “Anda yang mau Geothermal, Danau, Hutan dan Kampung Kami yang Hancur”.
Kedatangan warga kali ini disambut oleh Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi dan didampingi oleh Wakil Bupati Mabar dr Yulianus Weng, Sekda Fransiskus S Sodo, Asisten III Setda Mabar, Ismail Surdi dan Asisten 1 Hilarius Madin.
Di hadapan Bupati Edi, Koordinator warga Wae Sano, Frans Napang menyerukan suara penolakan rencana penambangan panas bumi dalam ruang hidup warga Wae Sano. Frans menegaskan bahwa pembangunan Geotermal Wae Sano dapat membahayakan keutuhan ruang hidup warga yang terdiri dari pemukiman (golo lonto, mbaru kaeng, natas labar), kebun pencaharian (umat duat), sumber air (wae teku), pusat kehidupan adat (compang takung, mbaru gendang), kuburan (lepah boak), hutan dan danau (puar agu sano).
“Sebab itu, kami menolak semua upaya paksa pemerintah untuk terus melanjutkan proses pengerjaan geothermal Wae Sano di semua titik pengeboran (Well-Pad), baik di Lempe, Nunang maupun Dasak,” serunya.
Selain itu, Frans menyampaikan bahwa warga Wae Sano mengutuk keras anggapan yang mengatakan bahwa pihak yang menolak geothermal Wae Sano berasal dari luar Desa Wae Sano. Ia menyampaikan bahwa anggapan itu hanya datang dari orang yang tidak mengetahui seperti apa situasi nyata penolakan warga di Wae Sano, atau berpura-pura tidak menghargai penolakan mereka hanya untuk berhamba pada kekuasaan dan uang.
“Sebaliknya kami menegaskan bahwa kami yang hadir pada hari ini merupakan warga asli dan pewaris adat di tiga Kampung yaitu Lempe, Nunang & Dasak. Kami tidak mau menanggung risiko masa depan, untuk selamanya hidup di tengah kehadiran proyek panas bumi yang sangat mengancam ruang hidup dan masa depan anak cucu kami,” ucapnya.
Frans menyampaikan adapun penolakan warga murni muncul dari keinginan warga untuk mempertahankan ruang hidup mereka tanpa adanya hasutan ataupun paksaan dari pihak lain. Mereka merasa heran ketika alasan ini dianggap tidak masuk akal oleh pemangku kepentingan di Kabupaten Manggarai Barat.
“Sebaliknya Pemerintah Manggarai Barat-lah yang tidak rasional, tidak berbasis fakta yang mengklaim bahwa energi geothermal adalah energi bersihkan dan terbarukan. Tidakkah pemerintah tahu bahwa banyak contoh pengembangan energi geothermal di tempat lain yang sangat berdampak buruk bagi lingkungan bahkan menelan korban nyawa warga?” ucap Frans.
Warga Wae Sano pun menuntut pemerintah untuk mencabut izin penambangan panas bumi Wae Sano serta menghentikan segala upaya paksa untuk melanjutkan proyek yang dianggap membahayakan masyarakat dan lingkungan.
Warga juga meminta Bank Dunia untuk segera menghentikan pendanaan terhadap proyek geothermal tersebut serta mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat untuk berhenti mendukung dan memfasilitasi setiap upaya paksa untuk meloloskan proyek geothermal Wae Sano.
Sebaliknya, warga meminta kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat untuk lebih memprioritaskan mengembangkan pariwisata alam berbasis komunitas dan mendorong ekonomi berbasis warga seperti pertanian dan peternakan. (334)