BANGLI | patrolipost.com – Dari 30 anggota DPRD Bangli, hanya Ida Bagus Santosa saja yang menolak pengesahan rancangan APBD 2025. Sebagai bentuk tindak lanjut atas penolakannya itu politisi Golkar ini sedang mengejar data pelaksanaan APBD tahun 2022 hingga tahun 2024. Salah satu yang jadi prioritas adalah terkait mekanisme pemberian jasa pelayanan (Jaspel) dan sewa Alat Kesehatan (Alkes) di RSU Bangli.
Ida Bagus Santosa mengakui ada hal-hal yang tidak disetujui pada rancangan APBD 2025. Dalam proses pembahasan rancangan APBD 2025, pihaknya telah meminta data terkait pelaksanaan APBD 2022-2024. Namun data yang dimaksud belum juga diterima.
Menurut Gus Santosa mengacu pada UU Kebebasan Informasi Publik, tentu pihaknya selaku anggota DPRD dan masyarakat berhak tahu kebijakan yang diambil. Data juga menjadi bahan untuk menilai kinerja.
Hanya saja dalam rapat pembahasan berlangsung tertutup kala itu, maka pihaknya kini tidak bisa menyampaikan ke publik secara menyeluruh. Namun demikian Ida Bagus Santosa mencontohkan data yang ingin diketahui yakni terkait kebijakan/pengelelolaan keuangan di RSU Bangli. Sewa-sewa alat kesehatan (Alkes) yang nilainya miliaran rupiah.
“Ada 12 alat yang sewa/kerjasama dengan pihak ketiga. Kami minta list, berapa sewanya. Justru hanya dikasih tahu data dari Januari sampai Mei bayar sewa Rp 1 miliar untuk 1 jenis alat. Saya ingin tahu sewa selama 3 tahun,” kata Gus Santosa, Senin (11/11/2024).
Pihaknya menduga, untuk sewa Alkes mencapai puluhan miliar rupiah sehingga pihaknya mempertanyakan apakah prosedurnya sudah benar yakni sudah melalui proses tender. Disamping itu sudah ada kajian akademiknya serta telah kantongi rekomendasi layak tidaknya Alkes yang digunakan.
“Itu yang ingin saya lihat, gedung RSU bersih, manajemen juga harus bersih,” sebutnya.
Tidak jarang alkes (CT Scan) rusak sehingga pasien dirujuk ke rumah sakit lain seperti RSU Klungkung.
“Saya sudah mengalami langsung, makanya saya bilang alatnya rongsokan,” ujarnya.
Berikutnya, terkait jasa pelayanan (Jaspel) dimana dia menyebutkan untuk Jaspel sampai ada yang menerima Rp 80 juta per bulan. “Kami ingin tahu yang dapat Rp 80 juta dan berapa orang yang menerima Jaspel sebesar itu serta apa yang menjadi acuan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pihaknya juga ingin mendapat data terkait pejabat yang menerima honor mencapai Rp 1 miliar per pertahun. Kata Ida Bagus Santoso selain Rp 1 miliar ada juga pejabat yang mendapat Rp 900 juta.
”Hari ini saya akan menemui Pjs Bupati untuk meminta data terkait pemberian Jaspel dan sewa Alkes,” tegasnya.
Terpisah Pjs BUpati Bangli Made Rentin saat dikonfirmasi mengakui telah menerima kedatangan anggota DPRD Bangli IB Santosa yang ingin mendapat data terkait pelayanan publik di beberapa OPD Pemkab Bangli. Salah satunya di RSUD Bangli. Ada dua hal yang disorot, yakni kecepatan dan efektivitas Alkes serta data pemberian Jaspel.
“Saya sebagai pejabat mantan bertugas di kehumasan, dalam UU Keterbukaan Informasi ada namanya PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi). Dalam keterbukaan publik ada dua katagori. Pertama data informasi bersifat publik. Itu boleh diakses, dibaca dan digunakan oleh siapapun. Termasuk beliau, apalagi sebagai anggota Dewan Terhormat,” ujarnya.
Sedangkan kedua ini yang terpenting yakni data informasi publik yang dikecualikan. “Artinya sifatnya rahasia dan tidak untuk diakses publik. Oleh karena itu, terkait permintaan data penggunaan Alkes dari 2022, 2023 dan 2024, saya minta penangguhan, tadi sampai besok pagi (Selasa – red) saya akan panggil Dirut RSUD Bangli untuk memastikan proses Alkes yang digunakan untuk pelayanan di RSUD Bangli,” jelasnya.
Sedangkan terkait Jaspel yang dibagikan kepada setiap personel RSUD Bangli, sesungguhnya sudah diatur berdasarkan keputusan Bupati.
“Keputusan Bupati yang mengatur besaran Jaspel sesungguhnya sudah diserahkan bukan kepada personal. Pemkab Bangli sudah menyerahkan kepada lembaga DPRD,” ungkap Rentin.
Adapun besaran tertinggi Jaspel mencapai Rp 80 juta. Tentu besaran itu tidak semua orang menerima. Tentunya berdasarkan profesional dan proporsional pembagiannya. Ini berkaitan dengan kinerja dalam melaksanakan tugas.
“Ketika itu kembali disorot terjadinya ketimpangan dalam penerimaan Jaspel maka perlu dikaji ulang. Yang saya tahu RSUD telah menerapkan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Ketika sudah menetapkan BLUD secara lebih, tentu menjadi kewenangan penuh dari pimpinan lembaga itu untuk pengaturan besaran Jaspel. Apalagi telah dituangkan dalam Keputusan Bupati Bangli tentang besaran Jaspel tersebut,” sebut Made Rentin. (750)