SINGARAJA | patrolipost.com – Di tengah kondisi ekonomi yang makin lesu akibat pandemi Covid-19, Agus Samijaya (50), pria yang dikenal sebagai pengacara ini, membangun optimisme baru di Buleleng. Ia nekat membuka usaha Asa Coffe and Resto di Kota Singaraja saat pengusaha lain memilih merumahkan karyawannya.
Agus Samijaya memilih Kota Singaraja sebagai tempat kedua usahanya setelah membuka usaha yang sama di Denpasar. Dengan merekrut sebanyak 15 pegawai asal Buleleng, tempat nongkrong berlokasi strategis di Jalan Ngurah Rai, selatan RSUD Singaraja ini dilounching, Minggu (18/10) malam.
Agus Samijaya mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 dimana orang takut membangun usaha bahkan lebih memilih tiarap, ia mencoba menjadi influenzer mempengaruhi publik dan kalangan interpreuner untuk tidak takut berkreasi dan berinovasi dalam situasi pandemi Covid-19.
“Saya memulai start saat pandemi dan berharap melesat ketika pandemi ini berlalu. Terlebih Singaraja adalah kota yang sangat dinamis. Setelah diamati ternyata kota ini (Singaraja, red) kurang tempat tongkrongan enak terutama yang bisa terjangkau kalangan muda dan pelajar,” kata pria berdarah Sunda Kelahiran Negara ini.
Agus mengaku berusaha memberikan kontribusi buat Buleleng saat pandemi terutama dengan merekrut tenaga kerja untuk diajak menggeluti usahanya itu.
“Kita rekrut dan latih anak-anak muda untuk bekerja. Bagi yang ingin belajar barista dan chef kami sediakan tempatnya. Untuk tahap awal sudah direkrut antara 15 hingga 20 orang,” imbuhnya.
Asa Coffe and Resto menyuguhkan makanan dan minuman ikonik. Diantaranya kopi nusantara maupun yang bercita rasa lokal, seperti kopi Banyuatis, Pupuan dan Kintamani.
“Ikon kita adalah Surabi sebagai makanan tradisional. Kita kemas dengan toping dan inovasi lain sehingga bisa diterima. Dan surabi ini di Denpasar sangat diterima kalangan muda,” katanya.
Agus Samijaya mengaku memiliki obsesi untuk mengangkat panganan tradisional Buleleng menjadi menu yang bisa diterima oleh semua kalangan. Tidak saja kalangan tua namun anak-anak muda pun menyukainya dengan mengolah menjadi beberapa varian seperti surabi yang terlebih dahulu terkenal.
“Mengangkat panganan tradisional Buleleng adalah obsesi saya agar lebih dikenal dan marketable,” tandasnya. (625)