ASN NTT Jadi KPK Gadungan, Polisi: Peras Mantan Bupati

kpk 1aaaxxxxxxx
Polres Metro Jakpus mengungkap kasus pemerasan mantan Bupati Rote Ndao Leonard Haning. Mereka sudah menetapkan tiga orang tersangka. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Kerja sama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Polres Metro Jakarta Pusat (Jakpus) berhasil mengungkap kejahatan yang dilakukan seorang ASN Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur (Pemda NTT) berinisial FFF. Mereka mengungkap peran pegawai Dinas Kehutanan NTT di balik aksi pelaku berusia 50 tahun itu. Bersama dua orang lainnya, FFF nekat jadi pegawai KPK gadungan.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus menyampaikan bahwa FFF beraksi berasa dua orang lain berinisial AA dan JFH. Kini mereka bertiga sudah berstatus tersangka. Kasus itu terungkap setelah FFF dan komplotannya berusaha memeras mantan Bupati Rote Ndao Leonard Haning. Aksi nekat itu dilakukan dengan membuat surat palsu berupa surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat panggilan.

”Kami menerima laporan dari pihak KPK bahwa ada individu yang mengaku sebagai pegawai KPK dan berusaha meyakinkan korban dengan dokumen palsu. Setelah penyelidikan lebih lanjut, kami mengamankan para tersangka untuk diproses sesuai hukum yang berlaku,” kata Firdaus pada Jumat (7/2).

Berdasar hasil penyelidikan yang sudah dilakukan oleh Polres Metro Jakpus, dalam kasus tersebut FFF berperan menyiapkan dokumen dugaan korupsi yang dilakukan oleh Leonard Haning. Dokumen yang dibuat untuk meyakinkan korban. Polisi memastikan, dokumen tersebut palsu. Demikian pula sprindik dan surat panggilan yang dibuat oleh para tersangka. Dalam menjalankan aksinya, FFF bersama AA dan JFH melakukan sejumlah tipu daya.

AA misalnya, dia membuat akun WhatsApp dengan nama Ketua KPK Setyo Budiyanto. Dia pula yang mengirimkan sprindik dan surat panggilan palsu kepada korban. Dokumen palsu dengan nomor Sprindik 13-A tertanggal 29 Januari 2025 itu dikirim melalui pesan WhatsApp kepada korban. Kepada korban, AA berupaya meyakinkan bahwa surat panggilan itu asli. Di saat bersamaan, JFH memainkan peran sebagai saksi palsu.

”Para tersangka menunjukkan screenshot percakapan yang seolah-olah berasal dari Ketua KPK dan berupaya meyakinkan korban bahwa surat panggilan tersebut asli,” terang Firdaus.

Setelah diklarifikasi oleh penasihat hukum Leonard Haning kepada KPK, mereka mendapat informasi bahwa surat-surat itu palsu. KPK juga menyampaikan, para tersangka bukan pegawai KPK. Atas perbuatan itu, mereka kini ditahan dan harus menjalani proses hukum dengan jeratan pasal 51 ayat (1) juncto pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU ITE serta Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

”Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Penyidik masih mendalami kemungkinan adanya korban lain dalam kasus ini,” tutup Firdaus. (305/jpc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *