TABANAN | patrolipost.com – Di antara hamparan hijau sawah di Jatiluwih, Tabanan terdapat bangunan-bangunan kecil yang disebut bado dengan ukuran 4×3 meter hingga 4×5 meter. Bangunan ini cerminan kesederhaan hidup petani Bali.
Ketua Pengelola Desa Jatiluwih John Ketut Purna menjelaskan, selain sebagai tempat penyimpanan hasil panen dan alat pertanian, Bado juga sebagai tempat perlindungan bagi petani dari terik matahari dan hujan.
“Di sini, para petani dapat beristirahat sejenak, menikmati makan siang, dan meresapi keindahan alam yang mengelilingi mereka,” kata John Ketut Purna, Kamis (13/2/2025).
Bado dibangun dari bahan alami seperti bambu dan kayu dengan atap genteng tanah. Bado mencerminkan harmoni antara manusia dan alam yang telah terjalin selama berabad-abad.
Keberadaan bado juga mencerminkan kesederhanaan hidup para petani dan menjadi simbol kearifan lokal yang mengajarkan ketergantungan manusia pada alam dengan cara yang bijaksana.
“Struktur tradisional ini merupakan bukti nyata bagaimana masyarakat Jatiluwih telah menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan jauh sebelum istilah tersebut populer,” jelasnya.
Dengan menggunakan material lokal yang ramah lingkungan dan tetap menjaga ekosistem sawah, bado menjadi contoh nyata arsitektur berbasis keberlanjutan yang mampu bertahan dari generasi ke generasi.
Seiring berkembangnya pariwisata berbasis pengalaman dan keberlanjutan, bado memiliki potensi besar untuk menjadi daya tarik wisata edukatif.
“Melalui pariwisata yang berkelanjutan, kami ingin memperkenalkan nilai-nilai ini kepada dunia tanpa mengorbankan keaslian dan kelestarian lingkungan kami,” kata John Purna.
Dengan mengembangkan program wisata berbasis komunitas yang melibatkan petani setempat, keberadaan bado dapat semakin diperkuat sebagai bagian dari daya tarik unik Jatiluwih. (pp03)