DENPASAR | patrolipost.com – Upaya menangani inflasi dan membangkitkan UMKM, sesuai amanat Presiden Jokowi agar semua bergerak bersinergi dalam membangkitkan dan memajukan UMKM sebagai salah satu tulang punggung penggerak perekonomian. Terkait hal itu Anggota Komisi XI DPR RI Dapil Bali I Gusti Agung Rai Wirajaya (ARW) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan mengususng tema “Pemberdayaan dan Pertumbuhan UMKM Berbasis Kewilayahan di Provinsi Bali”bersama Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Provinsi Bali, Kamis (7/9/2023).
Turut hadir sebagai pembicara Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja dan akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Dr. Made Dwi Setyadhi Mustika. Turut hadir pula tokoh Perempuan milenial Denpasar yang juga pengurus Yayasan Adisti Raditya Wrehatnala Anak Agung Istri Paramita Dewi.
FGD diikuti para para pelaksana kewilayahan seperti Perbekel, Lurah dan Kepala Lingkungan se-Kecamatan Denpasar Utara serta para perwakilan pelaku UMKM.
“Kami ajak kepala kewilayahan dan lingkungan untuk mendorong di masing wilayah agar bersinergi menginformasikan besama membangun dan membangkitkan UMKM. Terlebih BI sedang getol membangun UMKM, dorong sinergi membangkitkan UMKM,” ungkap Rai Wirajaya.
Dia menegaskan semakin banyak UMKM semakin bagus dalam menjaga ekonomi bangsa. “Inflasi sudah teratasi tapi tetap jadi perhatian namun jika UMKM tidak diperhatikan akan menimbulkan inflasi baru, maka kami terus mendorong menumbuhkan UMKM,” ujar Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dapil Bali ini.
Menurutnya masih banyak kendala yang dihadapi UMKM seperti akses permodalan hingga masih banyak UMKM yang belum melek mengurus perizinan seperti mengurus NIB (Nomor Induk Berusaha) yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi pelaku UMKM, salah satunya mempermudah mendapatkan akses bantuan pemerintah.
“Masih ada UMKM terbentur NIB, karena NIB ini syarat ketika teman-teman mau mengakses bantuan pemerintah. Ada kuota bantuan BI belum bisa kita penuhi karena belum ada NIB. Dan ini sangat penting kita diskusikan bagaimana respon kepala kewilayahan mendorong UMKM di wilayahnya mengurus NIB,” terang Rai Wirajaya yang dikenal sangat getol mendorong penguatan UMKM Bali bersinergi bersama BI Bali.
Politisi senior PDI Perjuangan asal Peguyangan Denpasar ini lantas kembali mengingatkan bahwa UMKM dalam penyelamat perekonomian ketika terjadi kondisi krisis perekonomian seperti tahun 1998. UMKM juga sudah terbukti mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19.
“Secara nasional banyak konglomerat tapi ketika terjadi permasalahan ekonomi, resesi ekonomi, yang paling dulu kolaps para konglomerat. Di sisi lain UMKM malah kuat bisa menopang eknomi, buktinya saat pandemi UMKM jadi ujung tombak perekonomian,” kata wakil rakyat yang sudah empat periode mengabdi di DPR RI memperjuangkan kepentingan Bali ini.
Karena itulah dipandang perlu terus upaya menguatkan UMKM dan mendorong semakin banyak UMKM naik kelas. “Jadi kita secara continue kembangkan UMKM jadi kelas entrepreneur yang baik. Di regular banyak tumbuh UMKM baru dan ada keinginan gunakan produk dalam negeri. Di pemerintahan sekarang diwajibkan gunakan produk dalam negeri, di LKPP, mitra komisi XI kita arahkan, sekarang sudah gunakan 80 persen produk lokal buatan dalam negeri,” papar Rai Wirajaya.
Narasumber selanjutnya Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja memaparkan Kebijakan BI Bali dalam pengembangan UMKM berbasis kewilayahan. Di awal paparannya Erwin mengungkapkan data mengenai pertumbuhan ekonomi Bali yang saat ini tumbuh 5,60 persen di atas rata-rata pertumbuhan nasional.
Dipoyeksikan sampai akhir tahun 2023 ini pertumbuhan ekonomi masih tetap berada di level tinggi di kisaran 5 persen yang ditopang tingginya konsumsi masyarakat, bangkitnya sektor pariwista dan program insentif pemerintah.
Di sisi lain tingkat inflasi juga terjaga di angka 2,99 persen. Data-data ekonomi tersebut menurutnya menjadi cerminan keberhasilan sinergi bersama Pemerintah Daerah (Pemda) dan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) serta otoritas lainnya. Selain juga karena faktor stabilnya pasokan komoditas dan panen komoditas di Bali cukup baik.
“Dari pertumbuhan yang baik dan inflasi terjaga di dalamya ada kontribusi UMKM yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas harga,” kata Erwin Soeriadimadja.
BI Bali juga mengapresiasi komitmen dan keseriusan Pemerintah Provinsi Bali dalam membangun UMKM dimana UMKM sudah masuk dalam enam sektor unggulan Ekonomi Kerthi Bali. Erwin menegaskan dibutuhkan kehadiran UMKM dari skala besar hingga skal kecil mengingat kontribusi UMKM kepada perekonomian nasional sangat besar.
Kontribusi UMKM terhadap jumlah unit usaha 99,9 persen (65,5 juta UMKM), kontribusi UMKM pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 57,14 persen, serapan tenaga kerja dari UMKM mencapai 119, 56 juta tenaga kerja (96,92 persen).
Namun masih ada beberapa tantangan dari UMKM. “Tantangan UMKM, pertama harus naik kelas harus mampu cipatakan value added dari produk yang dihaasilkan, harus mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi, punya manajemen dan akses pasar yang baik. Itu semua jadi indikator untuk pemberdayaan UMKM,” papar Erwin lebih lanjut.
Dia lantas mengungkapkan framework pengembangan UMKM yang dilakukan BI Bali yang menekankan pada tiga hal utama. Pertama, pengembangan kapasitas UMKM. Kedua, korporatisasi UMKM, mendorong UMKM punya perizinan, Ketiga, aspek pembiayaan. BI melakukan bisnis matching memperluas akes pembiayaan UMKM, menyiapkan UMKM jadi bankable.
“Kita bina dan dorong UMKM agar bisa menyusun laporan keuangan, mendorong lakukan transaksi digital karena akan tercatat dan jadi bagian ketika UMKM ajukan pembiayaan ke bank,” ujarnya.
Selain itu UMKM yang dikembangkan BI berfokus pada yang tiga hal yakni punya daya dorong pada stabilisasi inflasi (UMKM pangan), punya potensi ekspor dan berkontribusi pada pengembangan ekonomi lokal. Sejauh ini ada 53 UMKM binaan BI.
“Dalam membina UMKM di tiap wilayah kita punya kajian produk jasa unggulan di tiap daerah, ini jadi framewok kita, kita lihat karakteristik unggulan tiap daerah. Misalanya di Buleleng, Jembrana, Bangli dan Karangasem kita banyak fokus pada komoditas pangan seperti bawang putih dan bawang merah. Di Badung Gianyar dan Klungkung berfokus pada komunitas seperti wastra, perhiasan, ayam, telur ayam. Intinya kita melihat aspek budaya, geograifs dan lokalitas,” beber Erwin.
“Kita juga bentuk UMKM ekosistem pangan, bina dari hulu sampai hilir. Dorong UMKM berdasarkan unggulan di daerah, kontribusi pada UMKM di bidang ketahanan pangan separti bawang merah, bawang putih, cabai, padi. BI juga membina UMKM yang berpotensi ekspor seperti kakao,”sambung Erwin.
Tidak hanya itu BI Bali juga membuka akses pasar UMKM dengan mengajak pameran dan showcase. “Di tanggal 15-17 September kita dorong UMKM binaan BI ikut dalam Bali Jagadhita Culture Week ajang showcasing UMKM binaan, bagian dari program nasional bangga produk buatan Indonesia,” terang Erwin.
Di akhir paparannya Erwin menegaskan kebijakan BI Bali dalam pengembangan UMKM berbasis kewilayahan intinya melihat potensi dan keunggulan di daerah kemudian dikembangkan melalui tiga step yakni pengembangan kapasitas, mendorong korporatisasi, mendorong digitalitasi termasuk aspek pembiayaan.
“Kunci UMKM bertahan dalam bisnis memerlukan SDM yang kuat yang punya visi agar UMKM naik kelas,” pungkas Erwin.
Sementara itu akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Dr. Made Dwi Setyadhi Mustika juga sepakat bahwa hanya UMKM yang punya kekuatan penuh bertahan dalam masa-masa sulit. Jadi itulah kenapa UMKM penting dikembangkan.
Dia menekankan bahwa kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka program pengembangan UMKM di satu daerah, bertujuan untuk mengetahui tahapan-tahapan yang perlu dilakukan agar program pengembangan UMKM tepat sasaran.
“Kerjasama ini selanjutkan dikolaborasikan dengan pihak swasta, akademisi, dan masyarakat setempat, untuk mengetahui keterbatasan maupun kekuatan dari sumber daya yang dimiliki,” kata akademisi yang akrab disapa Dede ini.
Sementara itu, monitoring dan evaluasi partisipatif merupakan tahapan yang perlu dikolaborasikan lebih lanjut oleh stakeholder terkait, agar program pengembangan UMKM berbasis kewilayahan menjadi lebih tepat sasaran.
Di sisi lain para peserta sangat antusias mengikuti FGD ini dan mereka juga aktif bertanya serta menyampaikan kendala-kendala yang dihadapi pelaku UMKM. Diharapkan pemerintah bersama stakeholder terus bisa membantu mendorong UMKM naik kelas. (wie)