BANGLI | patrolipost.com – Ketua Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Indonesia Bangli IK Eriadi Ariana, aka, Jero Penyarikan Duuran Batur menyebutkan, selama ini unsur literasi di Bangli hampir tak tersentuh. Tak banyak yang diwacanakan, padahal potensi Bangli, baik dari sisi alam, budaya, maupun ekonomi kreatif sangat besar.
“Selama ini berdiskusi seakan dipandang kurang penting, padahal melalui diskusi bisa lahir berbagai langkah untuk menstimulus ide-ide baru,” ujar Eriadi Ariana, saat ditemui di Bangli, Jumat (30/10/2020) sore.
Ia menegaskan, potensi pemuda Bangli sejatinya sangat besar, hanya saja, tak terjadi kolaborasi. “Soal literasi, Bangli harus belajar dari beratus tahun lalu, dimana pada masa Bali Kuno salah satu kawasannya dibebaskan pajak oleh raja untuk difungsikan sebagai pasraman. Ini bisa ditiru, sehingga ada dialektika antarpemuda dan potensi yang ada, berkolaborasi, dan akhirnya melahirkan produk,” katanya.
Masih dalam ruang lingkup pemuda, khususnya pemuda Batur, Eriadi menambahkan, saat ini pemuda memiliki peran dan daya yang sangat besar dalam mengembangkan dan berkontribusi pada daerah. Dalam hal pariwisata, pengembangan pariwisata berbasis digital mulai banyak dipelopori oleh pemuda kreatif.
“Misalnya, selama pandemi Covid-19 ini, saya melihat pariwisata Kintamani kembali terangkat oleh adanya caffee shop dan wisata camping. Kebanyakan dipromosikan melalui media sosial (medsos), dan semestinya hal ini bisa ditiru oleh pemerintah, misalnya dengan penerapan PHR secara digital,” sarannya.
Pernyataan itu disampaikan Eriadi terkait Diskusi Bersama Peradah Bangli (Dipa Bangli) seri ke-7 yang digelar Rabu (28/10/2020) lalu dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-92.
Pada diskusi tersebut, organisasi pemuda Hindu yang berbasis di Bangli ini mengambil tema “Bangli Masa Transisi”. Pemilihan tema ini merespons kondisi kekinian terkait dengan tata kehidupan yang berubah akibat pandemi Covid-19, serta menyongsong pesta demokrasi Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Bangli 2020.
Selain Eriadi, juga hadir sebagai narasumber yakni, Made Kenak Dwi Adnyana (Ketua Sanggar Jarakbank Bangli) dan I Ketut Suantika (Pegiat Pariwisata). Kenak Dwi Adnyana yang juga pelukis berlatar belakang agraris ini menyatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangli ke depan perlu memperhatikan kehidupan kesenian di Kabupaten Bangli.
Menurut seniman asal Desa Belantih, Kintamani ini, saat ini tidak ada ruang kesenian di Bangli, meskipun dahulu pernah ada Sasana Budaya, namun kini kondisinya sangat tak layak.
“Dunia kesenian di Bangli kalau untuk kerja sama dengan pemerintah masih kurang. Di Bangli belum ada suatu ruang khusus untuk mewadahi dunia kesenian, yang bisa dimanfaatkan oleh pegiat seni untuk menampilkan karya atau kegiatan lainnya,” katanya.
Ruang berkesenian yang dimaksudkan adalah Taman Budaya, meskipun pernah ada, akan tetapi dari sisi pengelolaan dan fasiilitas sangat kurang. “Selain itu, semoga produk pasca panen petani dapat diperhatikan. Harus ada sinergi antara pemerintah dan pelaku dunia pertanian, terutama permasalahan penjualan atau usaha yang bisa dikembangkan setelah panen,” harapnya.
Pegiat pariwisata, Ketut Suantika mengingatkan, perkembangan suatu daerah tak pernah terlepas dari kebijakan politik. Bagi pariwisata Bangli, tata kelola pariwisata perlu ditingkatkan dari berbagai unsur.
“Kebijakan eksekutif di bidang pariwisata belum maksimal. Pemerintah ke depan secara sadar harus melakukan manajemen pariwisata yang lebih, contohnya Kintamani sebenarnya adalah emas, namun selama ini stagnan,” katanya.
Dalam hal tata kelola manajemen dinilai ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan, yakni data, dana, dan daya. “Perlu pemetaan data yang benar, dukungan dana dan upaya. Misalnya, saya melihat potensi pariwisata pasar, tamu-tamu saya sering bertanya dimana pasar di sekitar sini, dan mereka mau tahu, apalagi katanya di Kintamani dulu ada pasar yang cukup sentral di Bali,” jelasnya. (246)