DENPASAR | patrolipost.com – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali kembali melakukan evaluasi operasi yustisi. Kali ini, Satpol PP menggandeng sejumlah lembaga, termasuk Imigrasi, dalam melakukan penertiban pelanggar Prokes. Imigrasi dilibatkan karena banyak WNA yang selalu bikin ulah (membandel) menerapkan disiplin Protokol Kesehatan.
Sanksi pelanggaran terhadap Prokes diberlakukan sama kepada para wisatawan asing, baik denda maupun sanksi sosial. Hanya saja, untuk saat ini, kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi, sanksi hukuman fisik ditiadakan untuk pelanggaran oleh wisatawan asing.
Pasalnya, kata Dharmadi, ada komplain dari kedutaan yang menyatakan keberatan akan sanksi sosial yang diberikan. Kemudian, diputuskan untuk meniadakan hukuman sosial bagi warga asing yang melanggar Prokes.
“Kita melakukan penindakan dan sanksi yang sama antara warga kita dan WNA. Tapi karena viral dan ada komplain dari kedutaan, maka sesuai petunjuk Sekda, hukuman sosial kita tiadakan untuk warga asing,” jelas Rai Dharmadi, kepada patrolipost.com di ruang kerjanya, Selasa, (19/1/2021).
Dikatakan, hukuman fisik berupa push up, kata Dharmadi, telah dipahami oleh WNA sendiri. Bahkan tanpa disuruh pun, orang asing yang melanggar Prokes akan melakukan sanksi sosial itu. Hal itu semata-mata untuk menjaga hubungan diplomatik antar negara.
Dalam penerapan SE Gubernur terkait pelanggaran Prokes yang dilakukan oleh orang asing, Satpol PP melibatkan Imigrasi, Dharmadi mengatakan, pihaknya hanya ingin memastikan asal negara WNA yang melanggar Prokes.
“Maka dari itu kita libatkan Imigrasi untuk penanganan WNA, karena WNA ada sebagian yang masih bandel,” jelasnya.
Secara intensif, Satpol PP Provinsi Bali memfokuskan operasi yustisi di wilayah Kota Denpasar dan Badung. Mengingat, dua wilayah itu cukup banyak mobilitas warganya. Disamping, menjadi penyumbang tertinggi angka Covid-19 di Bali.
Dalam operasi penegakan aturan daerah itu, pihaknya tetap menjalankan skenario penerapan denda Rp 100 ribu untuk perorangan dan denda Rp 1 juta untuk tempat usaha yang melakukan pelanggaran aturan Protokol Kesehatan.
“Kami tidak melarang operasional, tapi membatasi jam buka, ini jadi tanggungjawab kita bersama, jangan hanya mengejar keuntungan saja, tapi mengabaikan protokol Covid-19,” jelasnya.
Rai Dharmadi mengajak agar perubahan perilaku di masa pandemi dilakukan secara sungguh-sungguh. Menurutnya, masyarakat paham bahaya Covid-19, namun masih banyak pula yang mengabaikan.
“Masyarakat tahu, tapi tidak mau, itu persoalannya. Tugas pemerintah lebih mengedepankan menjaga masyarakat yang sehat,” terang Rai Dharmadi. (pp03)