Pada Minggu (14/07/2019), Satpol PP Jembrana kembali melakukan aksi penertiban. Saat itu terciduk 11 orang gepeng. Selain orang tua ada juga anak-anak dan bayi yang dibawa serta oleh sang ibu.Menurut penuturan petugas, di antara gepeng yang terciduk ada yang pernah terjaring razia sebelumnya.
Dari 11 gepeng yang diamankan dua di antaranya mengaku berasal dan Munti Gunung dan sembilan lainnya dari Pedahan, Kecamatan Kubu, Karangasem. “Tidak ada satupun yang membawa indetitas. Mereka mengajak empat anak, satu balita dan dua bayi delapan bulan,” beber petugas.
Kabid Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat (Tibum Tranmas) Satpol PP Jembrana, I Kadek Agus Arianta, mengakui, tidak mudah menertibkan para gepeng ini. Selain karena mereka memang selalu main kucing-kucingan dengan petugas, saat terciduk pun, mulut mereka seolah terkunci.
Mereka terkesan tutup mulut saat petugas berupaya menggali informasi lebih dalam. “Mereka seperti didoktrin agar tidak membuka mulut saat diamankan petugas Satpol PP. Hanya anak-anak yang mau ngomong,” jelasnya. Selain beroperasi di pasar, mereka juga mengemis ke pemukiman warga.
“Sejak awal liburan lalu, gepeng bermunculan di sekitar kota Negara untuk mengemis. Mereka tinggalnya di emper toko,” jelas Arianta, Dikatakannya, kesebelas gepeng yang berhasil diamankan itu akan diserahkan ke Dinas Sosial Jembrana untuk kemudian dipulangkan ke daerah asal.
“Ada yang baru tiga hari dipulangkan sudah balik lagi,” tandasnya. Kabid Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Jembrana, IB Kade Biksa, menengarai, para gepeng ini justru menikmati fasilitas pemulangan yang disediakan. Pasalnya, saat dipulangkan, selain ditanggung transport, makanan juga disiapkan.
“Kita tanggung pemulangannya. Tapi mereka kembali lagi. Ya kalau sekali-dua kali ga papa. Tapi ini sudah sering kali,” jelas Biksa. Ia menilai, selain memulangkan ke daerah asal, perlu ada langkah tegas untuk membuat para gepeng ini jera. Kalau tidak ada ketegasan, mereka akan semakin menjamur.
Tak mengherankan jika gerombolan gepeng yang membandel ini setiap hari semakin bertambah. “Awalnya mereka datang berdua. Kemudian ajak anak-anak dan saudara. Mereka tinggal di emper toko. Ada anak-anak yang meninggalkan bangku sekolah karena mengikuti orang tua,” pungkasnya. (pam)