SINGARAJA | patrolipost.com – Statmen Persiden Joko Widodo (Jokowi) pada Hari Pers Nasional (HPN) 2023 belum lama ini yang menyebut dunia pers Indonesia saat ini sedang tidak baik baik saja memantik kekhawatiran yang sama dirasakan Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna. Menurutnya, menjamurnya media online di era digitalisasi bisa saja mengancam eksistensi pekerja media terutama kehadiran media yang tanpa memiliki redaksi.
“Di era digitalisasi setiap orang sudah bisa mengakses informasi. Perubahan teknologi informasi begitu cepat, ini tantangan buat rekan-rekan jurnalis untuk bisa merespon kondisi ini dengan menyajikan berita yang lebih bertanggung jawab dan akurat,” kata Supriatna, Minggu (12/02/2023).
Menurutnya di tengah gempuran media sosial dan maraknya beredar berita dengan beragam platform yang kebenarannya belum tentu bisa dipertanggungjawabkan perlu diimbangi dengan berita berkualitas mendidik dan edukatif kepada publik.
”Selama ini tidak kita pungkiri begitu banyak hoax. Begitu mudahnya orang memposting berita yang belum jelas pertanggungjawabannya. Terlebih dengan munculnya media yang tidak jelas dan belum terverifikasi,” imbuh Supritana.
Kondisi itu, kata politisi PDI Perjuangan ini, perlu campur tangan lembaga terkait untuk menertibkan media abal-abal agar tidak semakin merusak informasi di ruang publik sehingga media-media mainsteram yang benar-benar bekerja secara bertanggungnjawab tidak ikut kena getah.
”Kementerian Kominfo mestinya lebih serius menertibkan media-media yang tidak jelas karena itu yang merusak masyarakat dengan inforamsi tidak jelas,” sambungnya.
Biasanya, kata Supriatna, media dengan pekerja pers yang tidak memiliki kualifikasi akan mengabaikan ketentuan yang diatur dalam dunia jurnalistik. Padahal, keberlangsungan kehidupan berbangsa tidak lepas dari peran pers yang secara terus menerus memberikan edukasi kepada masyarakat dengan menyajikan informasi valid.
”Bisa saja media yang tidak jelas itu akan mengalahkan media yang sudah memiliki perizinan. Ini tantangan buat kita untuk menertibkan karena sebenarnya pers juga ikut bertanggungjawab atas keberlangsungan sebuah bangsa,” ujarnya.
Selain itu, Supritana memberikan kritik terhadap pekerja pers yang kerap tidak hadir di lapangan namun beritanya muncul di media yang bersangkutan. Padahal untuk akurasi sebuah berita, menurut Supriatna, kehadiran insan pers di lapangan sangat penting untuk menghindari adanya pemberitaan yang tidak terkonfirmasi, bias dan tidak akurat.
”Dengan kemajuan tekhnologi digital kadang seorang wartawan merasa cukup menerima foto kegiatan sementara narasi akan dibuat sendiri, ini yang saya kritisi untuk menghindari adanya berita yang bias,” tandas Supriatna. (625)