BANGLI | patrolipost.com – Merebaknya virus Corona berdampak naiknya harga jahe di pasaran. Pasalnya, tanaman rempah-rempah ini dianggap sebagai obat penangkal virus Corona sehingga harga jahe naik sekitar 20 persen di Bangli.
Menurut Wayan Subamia, salah seorang petani jahe di Bangli, pasca merebaknya virus Corona dan kabarnya umbi jahe dianggap sebagai obat penangkalnya, harga jahe belakang ini mengalami peningkatan.
”Naiknya harga karena permintaan jahe semakin meningkat belakang ini,” ujar pria yang juga anggota Polri ini, Minggu (8/3/2020).
Untuk harga jahe muda awalnya Rp 13 ribu, kini naik menjadi Rp 15 ribu. Jahe tua dari Rp 25 ribu menjadi Rp 30 ribu dan untuk jahe merah dari Rp 30 ribu menjadi Rp 40 ribu.
Menurut Wayan Subamia, puncak panen pada bulan Juli dan Agustus. “Untuk sekarang jahe tua stock kosong, yang ada jahe muda,” ujarnya.
Disinggung adanya rencana untuk panen lebih awal, Wayan Subamia masih pikir-pikir. Jika harga jahe muda melonjak naik, tidak menutup kemungkinan jahe akan dipanen lebih awal. “Kualitas jahe bagus, bisa saja panen di awal,” sebutnya.
Sementara itu, hasil panen jahe biasanya diambil oleh pengepul asal Denpasar, dan tak jarang dijual langsung di pasar seperti Pasar Kayuambua, Kecamatan Susut. Wayan Subamia mengelola lahan seluas 1,8 hektar. Dengan luasan lahan yang dikelolanya mampu memanen umbi jahe sekitar 15 ton.
Selain itu, warga Desa Tiga hampir sebagian besar memiliki tanaman jahe. “Lahan yang dikelola bervariasi, dikembangkan pula tanaman lainnya,” sambung Bhabinkamtibmas Tiga ini.
Di sisi lain, Wayan Subamia mengaku merawat tanaman jahe setelah pulang kerja. “Kami juga melakukan pembinaan bagi petani jahe pemula,” sebutnya. (750)