NEGARA | patrolipost.com – Proses sertifikat tanah kembali menjadi sengketa. Seorang warga bernama I Wayan Nayun mempersoalkan pihak Desa Budeng yang mensertifikatkan tanahnya menjadi hak milik Pura Gede Budeng di Banjar Delod Pangkung, Desa Budeng, Kecamatan Jembrana melalui program Prona.
Nayun mengaku memiliki bukti kepemilikan sehingga meminta Badan Pertanahan Negara (BPN) mencabut sertifkat tanah yang telah dikeluarkan tersebut lantaran dianggap sebagai bentuk perampasan hak milik warga oleh prajuru desa setempat.
Berdasarkan informasi, lahan yang sempat digunakan sebagai Balai Desa dan kini belum dimanfaatkan alias terbengkalai itu akan dijadikan lokasi pembangunan wantilan desa. Pihak keluarga pemilik tanah yang mengaku memiliki bukti kepemilikan keberatan atas pensertifikatan tanah oleh pihak desa. Mereka melayangkan surat keberatan dan meminta pihak BPN Jembrana menarik kembali dan membatalkan pengatasnamaan sertifikat hak milik tersebut.
Terkait keberatan tersebut, BPN Jembrana pun telah memanggil pihak desa setempat, salah satunya Bendesa Pakraman Budeng untuk dimintai keterangan. Pj. Perbekel Budeng, I Wayan Puma Mahardika, juga mengumpulkan perangkat desa dan adat serta tokoh masyarakat setempat, Jumat (21/6).
Warga yang mempersoalkan penyertifikatan tanah ini, I Wayan Nayun asal Jalan Pulau Menjangan, Lingkungan Srimandala, Kelurahan Dauhwaru, Jembrana dikonfirmasi mengaku keberatan dengan tindakan sepihak perangkat desa setempat.
“Dari awal ini sepihak, keluarga satu pun tidak tahu sampai muncul sertifikat, kayaknya ada perampasan dari desa adat terhadap hak tiyang. Padahal saya punya pipilnya tahun 1945 dan SPPT atas nama Pan Jelub. Sampai rapat kemarin itu juga pihak keluarga tidak diberitahukan,” ujarnya.
Menurutnya pada tahun 1966 orangtuanya meminjamkan sebidang tanah yang bersebelahan dengan rumah orangtuanya tersebut untuk balai desa hingga dipindahkan tahun 2005. Namun beberapa bulan lalu tanah tersebut sudah disertifkatkan oleh pihak desa.
“Yang kami permasalahkan 2 are dari total 3 are yang disertifikatkan,” ujarnya.
Pihaknya sudah memohon agar sertifkat itu ditarik. “Tanggal 23 Mei kami minta dibatalkan karena didalamnya ada hak milik kami,” jelasnya.
Sementara Pj. Perbekel Budeng, I Wayan Putra Mahardika saat dikonfirmasi enggan berkomentar banyak. “Kami hanya fasilitasi masalah di desa dan sudah kami kumpulkan tokoh untuk membicarakannya,” ujarnya singkat.
Sedangkan dikonfirmasi terpisah, Bendesa Pakraman Budeng I Ketut Hindu Riyasa melalui ponselnya mengakui pihaknya memang dimintai keterangan oleh BPN Jembrana terkait persoalan tanah pelaba pura tersebut. Namun dia mengaku menolak untuk dimediasi dengan pemilik tanah.
“Kami mau dimediasi oleh BPN, tapi kami menolak karena sudah bulat tanah itu bukan milik pribadi. Kami hanya menjalankan hasil paruman desa. Dari dulu memang digunakan oleh desa. Kan bisa saja luas tanah itu berubah seperti karena ada pelebaran jalan,” katanya.
Dia malah bertanya, kenapa tahun 2015 tidak sekalian disertifkatkan kalau memang itu milik pribadi? “Kalau mau digugat, kami persilakan,” tandasnya. (pam)