DENPASAR | patrolipost.com – Prajuru Desa Adat Bugbug Karangasem bersama ratusan masyarakat Desa Adat Bugbug, Rabu (20/9/2023) mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali, yang tujuannya tak lain untuk meminta klarifikasi salah seorang Anggota DPD RI, Arya Weda Karna (AWK) atas apa yang dilontarkan AWK (provokatif, red) sehingga dianggap meresahkan masyarakat.
Selaku kordinator aksi I Nengah Yasa Adi Susanto atau kerap dikenal sebagai Jro Ong, menyampaikan, persoalan mencuat ketika AWK menerima kelompok Gerakan Masyarakat Santun dan Sehati (Gema Shanti) di Istana Mancawarna, Tampaksiring, Rabu (13/9/2023), lantas menyampaikan pernyataan yang dianggap provokatif melampaui tugas, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawabnya sebagai seorang anggota DPD bahkan melecehkan aparat penegak hukum di Bali.
Ratusan masa yang awalnya berkumpul di area parkir Timur Lapangan Renon kemudian secara tertib bergerak ke kantor Perwakilan DPD RI yang jaraknya sekitar 100 meter arah utara untuk menemui AWK. Namun sesampainya di lokasi, AWK yang dituju tidak berada di kantor saat krama Desa Adat Bugbug datang. Masyarakat hanya diterima Kepala Kantor DPD RI Bali, Putu Rio Rahdiana.
Dalam kesempatan ini Putu Rio, menjelaskan jika AWK sedang berada di luar kota dan pihaknya hanya berkewenangan untuk menerima para perwakilan masyarakat yang ingin meminta klarifikasi AWK.
“Kami tidak punya kewenangan untuk memberikan komentar terkait aksi tersebut. Tapi yang jelas empat puluh orang perwakilan sudah kami terima hari ini untuk menyampaikan keluhannya di ruang rapat DPD,” jelasnya.
masih dari lokasi yang sama, Jro Ong usai pertemuan mengungkapkan kronologis sebenarnya. AWK dianggap telah melanggar Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Daerah khususnya Pasal 5 huruf: d, e, f, i, j, dan huruf p. Di samping itu juga telah melanggar Peraturan DPD Nomor 2 Tahun 2019 khususnya Paragraf 2, Kewajiban Anggota, Pasal 13 huruf g yang menyatakan anggota berkewajiban menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain,” tandasnya.
“Pernyataan AWK yang seolah-olah menjadi beking kasus perusakan dan pembakaran Villa di Bugbug pada tanggal 30 Agustus 2023 lalu tersebut diduga telah melanggar Peraturan DPD No. 2 Tahun 2018 Pasal 6 ayat (1) dan (2),” tukasnya.
“Tindakan AWK saat menerima kelompok Gema Shanti dengan statemennya yang akan membantu membebaskan para Tersangka yang ditahan, mengintervensi proses hukum yang sedang berlangsung serta upaya provokasi lainnya diduga telah melanggar Peraturan DPD No. 2 Tahun 2018 khususnya pasal 26 ayat (2),” imbuhnya.
Jro Ong juga menjelaskan sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Gema Shanti mengadakan demo untuk menolak pembangunan Vila Detiga Neano, Bugbug ke Kantor Bupati dan DPRD Karangasem, Kamis (30/8/2023).
Usai demo di depan kantor Bupati dan DPRD Karangasem, ada komando dari beberapa peserta demo untuk datang ke Vila Detiga Neano di Banjar Bugbug Samuh, Desa Bugbug, Karangasem.
Sesampai mereka di depan vila, beberapa oknum Gema Shanti mendobrak dan melakukan perusakan pintu gerbang selanjutnya membakar beberapa properti milik Villa Deatiga Neano.
Perwakilan kontraktor vila yang dibakar I Gede Suparta melaporkan kejadian perusakan dan pembakaran vila ke SPKT Bali. Polda Bali pun telah menetapkan 13 orang Warga Bugbug sebagai Tersangka pengerusakan dan pembakaran vila.
Pasca penetapan 13 orang Warga Bugbug menjadi Tersangka, sejumlah pentolan Gema Shanti yang dipimpin oleh mantan Kelian Desa Adat Bugbug, I Wayan Mas Suyasa dan Ketua Tim 9 Gema Shanti I Gede Putra Arnawa beserta puluhan anggota Gema Shanti melakukan pengaduan kepada AWK.
Dalam kesempatan menerima aduan tersebut yang disiarkan secara langsung di media sosial, Jro Ong mengatakan AWK menyampaikan sejumlah pernyataan yang diduga melanggar tata tertib dan kode etik dirinya sebagai seorang anggota DPD.
“Misalnya, AWK menyampaikan ada kejanggalan-kejanggalan menyangkut perizinan, AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan, red), tata etika secara adat dan dia juga menyatakan tahu siapa ‘The Man Behind’ kasus ini,” kata Jro Ong.
Kemudian, ungkap Jro Ong lebih lanjut, AWK menyatakan ada kontra intelijen yang bermain dalam kasus perusakan dan pembakaran villa tersebut. AWK juga menyatakan perusakan dan pembakaran villa tersebut by design, sudah disiapkan oleh orang-orang tertentu karena tidak mudah membakar bahan-bahan seperti bambu.
AWK, katanya, juga menyatakan meski tidak ingin mengintervensi hukum namun dengan kekuasaannya dia bisa membantu masyarakat Gema Shanti yang ditahan.
“AWK memberikan arahan kepada warga Gema Shanti mengajukan gugatan ke pengadilan terkait izin villa tersebut dan menyatankan agar melapor ke Komisi ASN (aparatur sipil negara) jika ada intimidasi oleh ASN.”
“Ia juga mengatakan akan mengawal dengan berkomunikasi dengan pusat dan dia juga menyatakan tidak perlu bicara sama pengadilan, Jaksa, Kapolres, Kapolda tapi langsung komunikasi dg pemerintah Republik Indonesia.
AWK menyatakan levelnya dia adalah level presiden dan bukan kroco-kroco,” pungkas Jro Ong. (wie)