BORONG | patrolipost.com – Pastor Agustinus Iwanti Pr, yang diberitakan tertangkap basah berduaan dengan istri orang di dalam kamar akhirnya buka suara. Dalam keterangan persnya Jumat (26/4/2024), Romo Gusti, sapaannya membeberkan beberapa fakta.
“Semenjak saya bertugas di Paroki St Yosef Kisol (pertengahan tahun 2022), saya memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga Bapak Tinus (biasa disapa Bapa Sindi) layaknya keluarga sendiri,” ungkap Pastor Gusti.
Kedekatan hubungan tersebut, kata Pastor Gusti ditandai dengan saling berkunjung satu sama lain.
“Mereka sekeluarga sering mengunjungi saya di pastoran dan sebaliknya saya bersama semua anggota pastoran (karyawan/i) mengunjungi mereka di rumahnya,” ungkapnya.
Saking dekatnya hubungan antara keluarga Tinus dan Hermin dengan Pastor Gusti bersama para karyawan/i Pastoran Kisol, Keluarga Tinus bahkan mengambil bagian dalam urusan keluarga Pastor Gusti di Lengko Elar.
“Dalam urusan keluarga saya di Lengko Elar (kampung saya), mereka sering hadir dan mengambil bagian. Bahkan mereka menitipkan anak mereka (Enu Itin-anak dari adik Bapak Tinus/Bapa Sindi) di pastoran untuk bantu-bantu dalam urusan rumah tangga pastoran. Jadi, saya merasa bapak keluarga Tinus adalah bagian dari keluarga saya,” imbuhnya.
Selanjutnya, menurut Pastor Gusti, pada hari Selasa, 23 April 2024 tepatnya pukul 17.30 Wita dirinya dan Bapa Tinus saling berkomunikasi melalui WA seperti biasanya. Komunikasi tersebut mengerucut pada kesepakatan untuk makan malam bersama di rumah Tinus dan Hermin (Papa dan Mama Sindi) seperti biasanya pada pukul 17.53 Wita.
“Sekitar pukul 20.00 Wita, saya bersama dengan anggota pastoran (Enu Melin/karyawati dapur, Save sebagai sopir, adik Kristo adik sepupu, dan Enu Itin, anak dari adiknya Bapak Tinus) menggunakan mobil pribadi (Terios) berangkat menuju rumah Bapak Tinus di Stasi Rende,” jelasnya.
Pastor Gusti dan rombongan tiba di rumah Hermin (Mama Sindi) kurang lebih pukul 20.30 Wita. Saat itu yang ada di rumah Mama Sindi terdiri atas Bapak Tinus, Enu Hermin/Mama Sindi (istrinya) dan Santos (putra mereka) dan Enu Siren (putri bungsunya).
“Lalu, sekitar pukul 20.30 Wita kami menyediakan minuman kopi dan hanya kepada saya diberikan minuman energi. Yang mengantarkan minuman oleh Enu Hermin/Mama Sindi. Setelah itu kami langsung makan bersama,” imbuhnya.
Setelah makan malam bersama, tutur Pastor Gusti, sekitar pukul 21.30 Wita dilanjutkan dengan bincang-bincang santai dan sambil rekreasi main kartu dengan sanksi hukum berdiri.
“Hal ini biasa kami lakukan setiap kali berkumpul. Adapun yang ikut menciptakan kartu utama: saya, Bapa Sindi, Mama Sindi dan adik Kristo. Sedangkan Enu Melin/karyawati pastoran dan Enu Itin segera menuju kamar tidur anak Siren. Dan Save ke dalam ruangan anak Santos. Hal ini juga biasa mereka lakukan karena kedekatan mereka selama ini,” katanya.
Kemudian, karena sudah larut malam, sekitar pukul 01.00 Wita (dinihari), Pastor Gusti meminta anggota pastoran (Enu Melin, dan Save) yang sementara tidur untuk dibangunkan dan siap-siap kembali ke Pastoran. Sedangkan Enu Itin bertahan di rumah.
“Akan tetapi Mama Sindi mengatakan bahwa mereka sudah tidur lelap. Lalu saya sendiri mengatakan “biar saya dan adik Kristo pulang duluan”, tetapi Bapak Sindi dan Mama Sindi menahan kami semua untuk nginap karena sudah larut malam. Kami pun mengiyakan ajakan mereka,” demikian Pastor Gusti menuturkan.
“Bapak Sindi membimbing saya ke kamar tidur yang ternyata sudah mereka siapkan. Sedangkan adik Kristo dan Bapak Sindi berbaring/tidur di tempat tidur yang letaknya di depan kamar tidur untuk saya. Mama Sindi tidur bersama anak-anak perempuannya dan Enu Melin,” sambungnya.
Pastor Gusti pun langsung tertidur lelap dalam kamar dengan kondisi pintu terbuka hanya ditutupi kain tirai. Apalagi, aktivitas sepanjang hari di pastoran membuatnya kelelahan.
“Namun, kurang lebih pukul 02.00 Wita, saya terbangun karena dikagetkan dengan teriakan makian dari Bapak Sindi sambil mengancam mengambil parang. Saya sangat kaget dan bingung dengan keadaan sekejap itu. Dan saat itu saya melihat Mama Sindi juga ada di dalam kamar dengan kondisi berbusana lengkap dan tiba-tiba dia lari ke luar. Dan masih dalam keadaan terguncang, saya berusaha menenangkan Bapak Sindi. Saat itu saya masih dalam keadaan berpakaian lengkap, ditambah kain selimut dan bangun mendekati Bapak Sindi,” jelas Pastor Gusti.
Teriakan keras Bapak Sindi berupa makian-makian dan ancaman untuk membunuh, sehingga mengakibatkan semua orang di dalam rumah ikut bangun dan ikut panik. Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Pastor Gusti dan semua anggota pastoran segera meninggalkan rumah itu dan kembali ke pastoran.
Dalam perjalanan pulang (tanpa Enu Itin/anak dari adiknya Bapak Sindi), tepatnya di Kampung Munde, saya tiba-tiba dihubungi Mama Sindi (dia dalam keadaan menangis dan ketakutan) untuk meminta bantuan dijemput. Atas permintaan Mama Sindi dan demi keselamatannya, Pastor Gusti bersama anggota pastoran kembali menjemput dia di jalan tengah (agak jauh dari rumahnya). Lalu kami bersama-sama dalam satu mobil menuju pastoran.
Selanjutnya, demi keselamatan diri saya dengan karyawan, maka tepat pukul 08.00 Wita (Rabu, 24 April 2024), Pastor Gusti, Kristo dan Save meninggalkan pastoran dan ke luar dari kota Borong. Sedangkan Mama Sindi masih berada di seputaran Kota Borong.
“Demikian penjelasan dan kronologis peristiwa yang menimpa saya. Dengan tulus hati saya meminta maaf kepada Yang Mulia Bapak Uskup Ruteng, Vikep Borong dan Para Imam, keluarga-keluarga saya, umat paroki St Yosef Kisol, serta seluruh umat yang terganggu karena peristiwa ini. Saya sangat memohon doa dan dukungannya agar masalah ini cepat terselesaikan dengan baik sehingga saya bisa bertugas kembali. Terima kasih,” tutupnya. (pp04)