DENPASAR | patrolipost.com – Kepala Desa Kutampi, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung I Wayan Mustika dilaporkan ke Polda Bali, Kamis (24/8/2023). Turut dipolisikan juga Kelian Banjar Gelagah, Desa Kutampi I Wayan Duduk dan seorang warga bernama I Ketut Sudirata Astawa. Ketiganya dilaporkan ke polisi dengan dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud Pasal 263 KUHP. Bukti Surat Tanda Terima Lapor Nomor: STTLP/451/VIII/2023/SPKT/POLDA BALI tanggal 24 Agustus 2023 dengan pelapor I Putu Lilir (57), warga Dusun Bayuh, Desa Kutampi.
Menurut kuasa hukum korban, I Ketut Alit Priana Nusantara, dugaan surat palsu ini digunakan dalam permohonan penyertifikatan tanah seluas 330 m2 yang terletak di Banjar Gelagah, Desa Kutampi, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung oleh I Wayan Duduk pada 16 November 2022 mengatasnamakan Pura Banjar Adat Gelagah.
Bermain cantik, dalam aksinya, terlapor I Wayan Duduk menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-BB) Nomor Objek Pajak (NOP): 51.05.010.009.013-0150.0 tertanggal 11 Mei 2023 atas nama wajib pajak LB. Banjar Adat Gelagah. I Wayan Duduk juga berbekal Surat Pernyataan penguasaan bidang tanah tanggal 16 November 2022 yang isinya menyatakan memang benar terlapor I atas nama Pura Banjar Adat Gelagah menguasai objek tanah.
“Wayan Duduk berbekal Surat Keterangan Kepala Desa atau Lurah (SKKD) Nomor 145/400/209/2022 tanggal 16 November 2022 yang isinya memang benar pemohon (terlapor 1 atas nama Pura Banjar Adat Gelagah sampai saat ini menguasai objek tanah secara terus menerus selama lebih dari 20 tahun (terhitung sejak tahun 1930, red),” ungkapnya kepada wartawan seusai membuat laporan di Mapolda Bali, Kamis (24/8).
Dikatakan Ketut Alit, untuk memuluskan aksinya hingga dokumen administrasi ini terbit yang selanjutnya digunakan memohon penyertifikatan tanah seluas 330 m2 itu, I Wayan Duduk diduga kuat bersekongkol dengan Kepala Desa Kutampi, I Wayan Mustika. Dugaan ini semakin diperkuat oleh fakta bahwa Perbekel I Wayan Mustika pernah menolak menandatangani surat permohonan penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) dan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (Seporadik) untuk keperluan penyertifikatan objek tanah yang diajukan korban I Putu Lilir.
“Pada tahun 2022, pelapor I Putu Lilir sempat mengurus permohonan penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) dan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (seporadik) untuk keperluan penyertifikatan objek tanah atas nama pelapor. Syarat yang diperlukan di antaranya surat pengantar dan atau dokumen lainnya berupa keterangan atau pengetahuan dari terlapor II selaku Perbekel atau Kepala Desa Kutampi. Namun pada saat itu terlapor II menolak menandatangani dengan alasan tidak berani menerbitkannya, agar tidak timbul masalah seperti yang terjadi di desa lain,” urainya.
Setelah adanya permasalahan ini, barulah terungkap bahwa di tahun yang sama terlapor II justru menerbitkan surat pengantar dan atau dokumen lainnya untuk keperluan penyertifikatan objek tanah ke atas nama Pura Banjar Adat Gelagah.
“Hal ini semakin menguatkan dugaan pelapor bahwa semua ini telah direncanakan secara sistematis oleh terlapor I dan terlapor II beserta terlapor III,” pungkasnya. (007)