JAKARTA | patrolipost.com – Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Korps Adhyaksa menduga, uang suap dari Djoko Tjandra senilai USD 500 ribu atau setara Rp 7 miliar dibelanjakan aset mewah oleh Pinangki.
Menelisik harta kekayaan istri dari perwira polisi ini pada laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada Rabu (2/9/2020), total harta Pinangki sebesar Rp 6.838.500.000. LHKPN itu dilaporkan pada 2018.
Mantan Kepala Sub-Bagian dan Evaluasi II Biro Perencanaan pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan ini tercatat memiliki harta berupa tanah dan bangunan senilai Rp 6.008.500.000. Harta tidak bergerak itu tersebar di Bogor dan Jakarta Barat.
Selain itu, Pinangki tercatat memiliki alat transportasi dan mesin senilai Rp 630.000.000. Harta bergerak milik Pinangki diantaranya, mobil Nissan Teana 2010 seharga Rp 120.000.000, mobil Toyota Alphard 2014 senilai Rp 450.000.000 dan mobil Daihatsu Xenia 2013 senilai Rp 60.000.000.
Kemudian, Pinangki tercatat memiliki kas dan setara kas senilai Rp 200.000.000. Total harta milik Pinangki sebesar Rp 6.838.500.000.
Sebelumnya, Kejagung menyatakan telah bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dugaan pencucian uang yang dilakukan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Kejagung menduga, uang suap dari Djoko Tjandra dibelanjakan sejumlah aset mewah oleh Pinangki.
“Ketika pengenaan TPPU tentu akan diusut semua dibantu rekan-rekan PPATK dan lain lain,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Ardiansyah di kantornya, Selasa (1/9/2020).
Kejagung telah menjerat Pinangki dengan pasal TPPU. Terlebih, dari hasil penggeledahan pada Sabtu (29/8/2020), Kejagung berhasil menyita mobil mewah bermerk BMW X5 yang diduga dibeli dari uang pemberian suap Djoko Tjandra.
Uang suap yang diberikan Djoko Tjandra kepada Pinangki sebesar USD 500 ribu atau setara Rp 7 miliar. Uang miliaran rupiah itu untuk membantu pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus hak tagih Bank Bali.
“Fakta hukum yang kita temukan, Pinangki menawarkan penyelesaian ke Djoko Tjandra. Kemudian Djoko Tjandra percaya dia keluar uang untuk fatwa,” tegas Febrie.
Kendati demikian, Febrie mengklaim perbuatan penerimaan suap Pinangki dari Djoko Tjandra tidak berkaitan dengan tugas kesehariannya sebagai jaksa. Menurutnya, Pinangki hanya menerima uang untuk membantu pengurusan fatwa di MA.
“Nggak ada kaitan dengan tugas dia sebagai jaksa, tetapi kita melihat bahwa itu sudah perbuatan pidana yang dilakukan Pinangki. Jadi saya tegaskan tidak ada kaitan dengan tugas sehari hari Pinangki,” pungkasnya. (305/jpc)