Oleh: Gede Ricky Roy Pratama *)
SEBAGAI bagian dari sistem peradilan pidana yang terbuka dan responsif, Pemasyarakatan harus mampu berperan lebih dari sekadar penjaga dan pembina narapidana. Mereka perlu berfungsi sebagai koordinator dan mitra bagi berbagai aktor dalam masyarakat, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga keagamaan, dan organisasi non-pemerintah (NGO), untuk mendukung upaya rehabilitasi dan reintegrasi narapidana ke dalam masyarakat.
Keterbatasan sumber daya yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan memaksa mereka untuk mencari alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan rehabilitasi dan reintegrasi. Dalam hal ini, dukungan dari berbagai pihak menjadi sangat penting dalam pembinaan narapidana.
Kolaborasi dengan berbagai stakeholder ini dapat memperluas akses UPT Pemasyarakatan terhadap sumber daya dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas program pembinaan. Selain itu, partisipasi publik juga menjadi kunci dalam menjaga legitimasi dan keberlanjutan program-program UPT Pemasyarakatan. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi, UPT Pemasyarakatan dapat memperkuat keterbukaan dan akuntabilitasnya. Selain itu, partisipasi publik juga dapat membantu memetakan potensi konflik yang mungkin timbul dalam pelaksanaan program-program tersebut, sehingga UPT Pemasyarakatan dapat merancang strategi yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam menangani masalah pemasyarakatan.
“Who affect or are affected by a decision or action.” – Freeman.
Kutipan di atas memberikan pemahaman yang luas tentang siapa sebenarnya stakeholder dan bagaimana mereka dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh suatu keputusan atau tindakan.
Menurut Freeman, stakeholder adalah mereka yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh suatu keputusan atau tindakan. Hal ini berarti bahwa dalam konteks pemasyarakatan, stakeholder dapat mencakup tidak hanya narapidana dan petugas pemasyarakatan, tetapi juga keluarga narapidana, masyarakat sekitar, pihak keamanan, serta lembaga-lembaga terkait lainnya seperti kepolisian, kejaksaan, dan lembaga peradilan.
Stakeholder adalah pihak-pihak yang akan dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh suatu keputusan atau tindakan. Mereka juga dapat mempengaruhi proses atau hasil dari Keputusan atau tindakan tersebut. Dalam konteks organisasi, stakeholder dapat mencakup individu, kelompok kecil, atau entitas yang memiliki kekuatan untuk merespons, bernegosiasi, dan mengubah masa depan strategis organisasi.
Melakukan analisis stakeholder menjadi strategi yang sangat penting bagi UPT Pemasyarakatan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya miskomunikasi, mispersepsi, multipersepsi, serta ketidaktepatan dalam menetapkan sasaran dan strategi program. Dengan memahami dengan baik siapa saja yang terlibat, apa kepentingan mereka, dan seberapa besar pengaruh mereka terhadap program pemasyarakatan, UPT Pemasyarakatan dapat merancang langkah-langkah yang lebih efektif dan tepat sasaran. Analisis stakeholder juga memungkinkan untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan semua pihak terkait, meningkatkan dukungan, serta mengurangi risiko konflik dan hambatan dalam implementasi program pemasyarakatan.
Dalam konteks dinamika interaksi UPT Pemasyarakatan, analisis stakeholder menjadi penting untuk memahami peran dan pengaruh masing-masing pihak terhadap kegiatan Pemasyarakatan. Salah satu metode yang berguna dalam analisis ini adalah Stakeholder Prioritization, yang mempertimbangkan tingkat kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) dari setiap stakeholder.
Dengan memperhatikan matriks kepentingan dan kekuasaan ini, UPT Pemasyarakatan dapat mengidentifikasi stakeholder yang perlu diprioritaskan dalam upaya kolaborasi dan komunikasi. Stakeholder Prioritization mengelompokkan stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan dan kekuasaan yang dimiliki. Pada satu sisi, terdapat stakeholder dengan kepentingan tinggi namun memiliki kekuasaan yang rendah, yang disebut “Subjects”. Mereka mungkin memiliki kepentingan dalam program Pemasyarakatan, namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengambilan keputusan seperti kelompok masyarakat sekitar atau keluarga narapidana yang memiliki kepentingan terhadap kesejahteraan dan rehabilitasi narapidana, meskipun pengaruh mereka terhadap kebijakan UPT mungkin terbatas.
Di sisi lain, terdapat stakeholder dengan kekuasaan tinggi dan kepentingan rendah, yang disebut “Contest Setters”. mencakup Lembaga pengawas atau otoritas yang memiliki kekuasaan hukum yang besar, namun kepentingan langsung mereka terhadap program Pemasyarakatan tidak terlalu signifikan. Meskipun memiliki kekuasaan yang besar, kepentingan mereka terhadap program pemasyarakatan tidak terkait secara langsung.
Selanjutnya, ada stakeholder yang memiliki kepentingan tinggi dan kekuasaan yang signifikan, yang disebut “Players”. Mereka adalah pihak yang memiliki pengaruh besar dalam proses pengambilan keputusan dan memiliki kepentingan yang kuat terhadap keberhasilan program pemasyarakatan. Dalam konteks UPT Pemasyarakatan dapat meliputi petugas pengelola, pejabat pemerintah terkait, dan organisasi masyarakat sipil yang secara langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program pemasyarakatan.
Mereka memiliki kepentingan besar dalam kesuksesan program dan kekuasaan untuk memengaruhi arah kebijakan. Di samping itu, terdapat juga stakeholder dengan kepentingan rendah dan kekuasaan rendah, yang disebut “Crowd”. Mereka mungkin tidak memiliki peran atau pengaruh yang signifikan dalam pemasyarakatan, sebab Crowd ini mencakup masyarakat umum dan media massa, yang, meskipun kepentingan dan kekuasaannya rendah dalam pemasyarakatan, tetap penting untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi masyarakat secara luas.
Dalam mengelola UPT Pemasyarakatan, pemahaman yang mendalam tentang stakeholder dan prioritas mereka merupakan kunci kesuksesan. Melalui analisis Stakeholder Prioritization, UPT Pemasyarakatan dapat mengidentifikasi dan mengelola hubungan dengan berbagai pihak terkait dengan lebih efektif. Dengan memperhitungkan kepentingan dan kekuasaan masing-masing stakeholder, UPT Pemasyarakatan dapat mengarahkan upaya mereka menuju implementasi program yang lebih efisien dan berdampak positif bagi masyarakat. Sebagai hasilnya, kolaborasi yang kokoh dan dukungan yang luas dari berbagai pihak akan memperkuat posisi UPT Pemasyarakatan dalam mencapai tujuan rehabilitasi dan reintegrasi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. **
*) Penulis adalah mahasiswa Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Email : gederickyroypratama@gmail.com