DENPASAR | patrolipost.com – Kali pertama, RSUP Prof Ngoerah didampingi tim Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Prof Dr dr Mahar Mardjono Jakarta melakukan tindakan operasi proctoring coiling kasus aneurisma otak yang dimonitoring langsung Menteri Kesehatan RI Budi G Sadikin secara daring, Senin (26/12/2022). Adapun aneurisma yang dimiliki pasien berukuran cukup besar yakni wide neck aneurisma 2,8 mm dengan diameter 3×3,2 mm dan daughter sac 7,9×5,8 mm, serta sudah pernah pecah.
“Mengingat aneurisma yang dimiliki pasien berukuran cukup besar dan sudah pernah pecah, maka pilihan terbaik adalah aneurisma tersebut harus ditutup dengan segera,” ujar Direktur Utama (Dirut) RSUP Prof Ngoerah I Wayan Sudana.
Dirut Sudana mengatakan pasien kasus aneurisma otak pertama ini diketahui berinisial RRK (32), yang merupakan pasien rujukan dari RSUD Lembata NTT dan sempat koma selama 6 bulan akibat stroke. Dikarenakan fasilitas yang terbatas di NTT, maka pasien tersebut dirujuk ke Bali untuk dilakukan tindakan lanjutan. Sedangkan dari hasil pemeriksaan anamnesis, fisik dan CT Scan kepala di NTT disimpulkan bahwa pasien diduga mengalami perdarahan subaraknoid akibat ruptur aneurisma. Kemudian pasien dijadwalkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan Digital Substraction Angiography (DSA).
“Pasien kemudian dilakukan DSA di RSUP Prof Ngoerah pada tanggal 9 Desember 2022. Dari hasil DSA ditemukan gambaran aneurisma yang sulit dan kompleks,” ujar Dirut Sudana.
Lebih lanjut dikatakan, aneurisma yang dimiliki pasien berukuran cukup besar, yakni wide neck aneurisma berukuran leher 2,8 mm, dengan diameter 3×3,2 mm serta daughter sac 7,9×5,8 mm. Kemudian pasien dijadwalkan untuk dilakukan coiling di RSUP Prof Ngoerah dengan bantuan proctoring yang didampingi tim dari RSPON Dr dr Mahar Mardjono Jakarta, Senin (26/12/2022).
“Secara garis besar operasi berjalan dengan lancar, pasien dirawat di ruangan stroke unit sebelum dan setelah tindakan. Jika nantinya ada komplikasi, baik berupa stroke penyumbatan ataupun stroke perdarahan maka pasien akan dilakukan monitoring di ruang ICU,” jelasnya.
Sementara Plt Dirut RSPON Dr dr Mahar Mardjono Jakarta Dr Mursyid Bustami Sp S (K), KIC MARS menerangkan aneurisma adalah dinding pembuluh darah di dalam tubuh dapat mengalami pelemahan akibat beberapa hal. Dimana jika dinding yang melemah ini mengalami tekanan terus-menerus, maka dinding tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebut dengan aneurisma. Aneurisma dapat terjadi di seluruh tubuh tidak terkecuali di otak.
“Aneurisma otak yakni salah satu jenis aneurisma yang paling sering terjadi. Aneurisma otak umumnya berbentuk seperti gelembung balon dan rentan pecah. Ketika gelembung pembuluh darah ini pecah akan terjadi stroke perdarahan yang disebut dengan perdarahan subaraknoid,” paparnya Dr Mursyid Bustami dalam konferensi pers yang digelar secara virtual.
Aneurisma otak yang ruptur memiliki kemungkinan ruptur berulang yang sangat tinggi sehingga harus segera ditutup. Pilihan terapi yang dapat dipilih adalah dengan pembedahan clipping atau coiling endovascular. Dimana endovascular coiling adalah suatu teknik invasif minimal untuk mencegah perdarahan berulang pada aneurisma otak.
“Berbeda dengan clipping yang membutuhkan pembedahan pada tempurung kepala, prosedur endovascular coiling hanya membutuhkan sayatan kecil pada paha atau tangan. Prosedur ini dilakukan di ruangan khusus bernama cathlab. Tindakan ini dilakukan oleh dokter neurointervensi yang sudah menjalani pelatihan prosedur endovascular,” tuturnya.
Pihaknya memaparkan prosedur endovascular coiling ini dilakukan dengan dokter neurointervensi akan melakukan sayatan kecil pada paha penderita. Kemudian dokter akan memasukkan tabung plastik berongga (kateter) ke dalam pembuluh darah paha. Dengan bantuan sinar radiasi, kateter ini kemudian akan diarahkan menuju pembuluh darah otak. Ketika kateter telah mencapai lokasi aneurisma otak, dokter akan memasukkan kawat coil ke dalam aneurisma. Kawat ini akan terus dimampatkan sehingga berbentuk melingkar dan memenuhi kantong aneurisma. Dengan penuhnya ruang dalam kantong, aliran darah tidak dapat mengalir ke dalam aneurisma sehingga risiko perdarahan ulang dapat dicegah.
Menurutnya, endovascular coiling harus segera dilakukan apabila sudah terjadi perdarahan subaraknoid akibat pecahnya aneurisma otak.
“Dengan semakin cepat prosedur dilakukan, maka risiko perdarahan berulang akan menurun,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya menekankan bahwa hipertensi dan merokok adalah dua hal utama yang dapat menyebabkan terbentuknya aneurisma otak. Tidak hanya itu, beberapa hal lain terkait riwayat kesehatan dan gaya hidup juga dapat meningkatkan risiko. (030)