JAKARTA | patrolipost.com – Mahalnya tarif tol menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 38/2004 tentang Jalan. Fraksi PKB mendesak agar kian mahalnya tarif tol harus diimbangi dengan dengan tingkat keselamatan, kelancaran dan kenyaman pengguna jalan bebas hambatan.
“Tarif tol dari hari ke hari semakin mahal. Hal ini kerap menjadi keluhan dari banyak pengguna jalan. Ironisnya mahalnya tarif tol kerap tidak diimbangi dengan tingkat keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan bagi pengguna jalan tol,” ujar Juru Bicara PKB, H Ruslan M Daud, usai menyerahkan pendapat akhir Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI terhadap Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Komisi V DPR RI Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, dalam Sidang Paripurna DPR, Senin (7/12/2020).
HRD-sapaan akrab H Ruslan M Daud-menjelaskan harusnya besaran tarif tol berbanding lurus dengan jaminan keselamatan, kenyamanan, dan kelancaran bagi pengguna jalan tol. Namun fakta di lapangan masih banyak ruas jalan tol yang bergelombang, tidak memiliki cukup penerangan, maupun rambu yang memadai. “Akibatnya angka kecelakaan di jalan tol masih relative tinggi,” katanya.
Dia mengatakan FPKB juga memandang dalam pembahasan revisi UU Jalan juga harus ditegaskan batasan tonase kendaraan. Banyak kerusakan jalan yang terjadi saat ini karena tidak diindahkannya batasan tonase kendaraan saat melalui ruas jalan tertentu. “Penyelenggara jalan wajib melakukan langkah-langkah penanganan terhadap hasil pengawasan, termasuk upaya hukum atas terjadinya pelanggaran sebagaimana diatur dalam pasal 36 ayat (5) dan ayat (6) Draft RUU tentang Jalan hasil pembahasan Panja,” katanya.
HRD menyatakan FPKB menilai RUU tentang Jalan ini sangatlah penting dan strategis dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan jalan yang lebih baik di Indonesia. Menurutnya kondisi jalan yang baik akan mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan distribusi logistik, pemerataan pembangunan dan konsep pembangunan jalan berkelanjutan. “Dengan RUU Jalan ini maka akan jelas kewenangan penyelenggaraan jalan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa. Pengaturan ini diperlukan guna menghindari tumpang tindih kewenangan dan ketidakjelasan tanggung jawab yang hanya akan mengakibatkan munculnya in-efektifitas dan in-effisiensi,” katanya.
Saat ini, lanjut HRD komposisi jalan nasional dan daerah masih belum sebanding. Kondisi ini terjadi karena keterbatasan anggaran pemerintah daerah untuk membangun ruasan jalan yang diperlukan. “Dalam RUU ini Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan anggaran pembangunan Jalan Umum bagi Pemerintah Daerah berupa: belanja kementerian/lembaga, dana alokasi khusus; insentif kepada Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Desa; dana desa; pinjaman daerah; dan/atau dana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan,” katanya.
HRD menegaskan FPKB menyatakan persetujuan atas RUU Usul Inisiatif Komisi V DPR RI tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan menjadi RUU Usul DPR RI. Diharapkan RUU tersebut dapat segera dibahas sesuai dengan prosedur, mekanisme dan ketentuan yang berlaku. (305/snc)