JAKARTA | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihebohkan dengan kasus oknum penyidik diduga memeras Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman menolak revisi Undang-Undang KPK dikaitkan dengan kasus tersebut.
“Kami sulit melihat relevansi antara kejadian ini dengan revisi UU KPK beberapa waktu lalu, karena revisi sama sekali tidak melemahkan sistem pengawasan internal,” kata Habiburokhman kepada wartawan, Kamis (22/4/2021).
Sebaliknya, kata Habiburokhman, kasus dugaan pemerasan Walkot Tanjungbalai justru menjadi momentum pengingat perlunya penguatan sistem pengawas internal di KPK. Habiburokhman mengapresiasi Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Polri dan KPK yang bertindak cepat menangkap terduga pelaku pemerasan terdakwa korupsi M Syahrial.
“Kita nggak boleh menyalahkan KPK atau Polri sebagai institusi, yang namanya oknum pasti ada di semua instansi. Yang paling penting adalah oknum tersebut ditindak dengan cepat, tegas dan transparan,” ujar Habiburokhman.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani berpendapat sama dengan Habiburokhman. Dia tak setuju jika revisi UU KPK disalahkan dalam kasus ini.
“Mari kita lihat kasus ini secara dengan pikiran yang ‘clear’, bukan prasangka, apalagi mereka yang pernah ada di KPK. Kan dulu tahun 2005 ada kasus suap AKP Supratman juga dan itu belum ada revisi. Pertanyaan kepada orang seperti Saut itu adalah apakah benar pada zaman dia hal seperti itu memang tidak terjadi atau bisa saja terjadi tapi tidak terungkap karena target personnya tidak bicara,” ujar Arsul.
Arsul meminta mantan pimpinan KPK tidak merasa paling hebat hebat. Arsul menyebut tiap periode KPK pasti ada saja masalahnya.
“Kepada mereka yang pernah jadi pimpinan KPK, kami yang di Komisi III menyarankan agar jangan merasa di masanya paling hebat, bersih dan sebagainya tanpa ada masalah. Sebagai lembaga yang mengawasi KPK, maka kami tahu bahwa pada setiap periode kepemimpinan KPK itu ada masalahnya sendiri-sendiri,” jelas Arsul.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh memberi pernyataan serupa. Menurutnya kasus dugaan pemerasan Walikota Tanjungbalai bukan karena revisi UU KPK tapi justru karena adanya kelemahan dalam pengawasan KPK.
“Kejadian ini memperingatkan agar penempatan penyidik atau pegawai di KPK harus benar-benar terseleksi dan diisi orang-orang yang memiliki integritas, punya kemampuan dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi dan moralitas serta ahlak yang teruji. Kejadian ini juga menunjukkan bahwa ada kelemahan dalam pengawasan sehingga kejadian-kejadian itu dapat terjadi,” ujar Pangeran.
Lebih lanjut, Pangeran beranggapan kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik KPK tapi juga membuat terpuruknya kepercayaan publik.
“Kejadian ini di samping mencoreng nama baik KPK juga membuat kepercayaan publik menjadi terpuruk dan sangat beralasan. Kejadian ini sangat merugikan nama baik KPK karena bisa jadi persepsi publik atas kepercayaan anti korupsi bisa jadi disamakan dengan lembaga penegak hukum lainnya sehingga wibawa KPK juga ikut terpuruk,” tuturnya.
Sebelumnya, Propam Polri bersama KPK menangkap penyidik berinisial SR itu. Kini, SR sudah diamankan di Div Propam Polri.
“Propam Polri bersama KPK mengamankan penyidik KPK AKP SR hari Selasa (20/4),” ujar Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo melalui keterangan tertulis, Rabu (21/4). (305/dtc)