BANGLI | patrolipost.com – DPRD Bangli menggelar Rapat Kerja Gabungan Komisi-komisi DPRD Kabupaten Bangli bersama beberapa OPD seperti Bagian Kesra Setda Bangli, BKPAD dan Inspektorat. Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Bangli, I Nyoman Budiada dan I Komang Carles membahas terkait kegiatan belanja banten upasaksi.
Belanja banten upasaksi memantik pertanyaan kalangan Dewan. Kegiatan tersebut dinilai diluar perencanaan.
Komang Carles saat dikonfirmasi mengatakan semua kegiatan seharusnya masuk dalam perencanaan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD). Sedangkan belanja banten upasaksi dari sisi perencanaan, justru tanpa melalui proses input setahun sebelumnya.
“Jika untuk dana Punia tidak ada seperti itu. Berarti kita anggap sistem Punia ini, belanja banten ini, tidak terencana,” jelasnya, Minggu (26/6/2022).
Pihaknya mengaku minta kajian kepada inspektorat, kepada BKPAD. Pihaknya tidak menjamin jika pola ini tidak jadi temuan. “Memang sekarang tidak menjadi temuan, tapi apa menjamin di tahun 2023 nanti tidak menjadi temuan dengan pola seperti itu? Dengan tidak masuk di SIPD?” tanya politisi Demokrat ini.
Di sisi lain, Kabag Kesra Setda Bangli, I Gede Eddy Hartawan mengatakan memang sebelumnya ada yang namanya punia yang diserahkan Bupati atau Wakil Bupati ketika menghadiri upacara keagamaan. Namun saat ini tidak ada lagi yang namanya punia. Kata Gede Eddy pemerintah ikut memfasilitasi pengelolaan bina mental spiritual. Dalam hal ini masyarakat dibantu dalam bentuk banten upasaksi.
“Dulu punia masuk pos hibah bansos. Kemudian sesuai hasil pemeriksaan BPK maka ada perubahan. Dari tahun 2021 berupa kegiatan yakni belanja banten upasaksi,” sebutnya.
Besaran alokasi dana banten upasaksi untuk pura khayangan tiga dan pura dadia masing-masing sebesar Rp 1,5 miliar. Sedangkan realisasi untuk pura khayangan tiga sebesar Rp 1,3 miliar dan pura dadia sebanyak Rp 1,2 miliar. “Ini baru berdasarkan kwitansi, untuk pencairan banyak yang masih dalam proses,” bebernya.
Adapun, besaran belanja banten upasaksi sudah ditetapkan lewat SK Bupati. Untuk di pura khayangan tiga tertinggi Rp 15 juta, pura dadia tertinggi Rp 10 juta. Selain itu untuk pura swagina seperti Pura Subak sebesar Rp 5 juta.
“Masyarakat yang mengundang Bupati atau Wakil Bupati, tidak menerima uang cash. Tetapi dalam bentuk banten. Yang mana banten dibuat oleh serati di wilayah yang mengundang. Ini sistem swakelola,” tegasnya.
Ditambahkan pula, pihaknya akan mengajukan tambahan anggaran pada APBD Perubahan. Hanya saja untuk besaran belum dapat dipastikan. (750)