SINGARAJA | patrolipost.com – Anggota DPRD Buleleng yang tergabung dalam Komisi IV meminta untuk mengkaji ulang kepesertaan KIS PBI yang sampai saat ini dianggap terlalu besar bebannya terhadap APBD Kabupaten Buleleng. Ketua Komisi IV Luh Hesti Ranitasari SE MM menyampaikan hal itu dalam rapat kerja bersama Dinas Sosial Buleleng, Dinas Kesehatan dan RSUD Kabupaten Buleleng yang digelar belum lama ini.
Menurut politisi yang akrab disapa Rani ini, agar di masa mendatang Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) validasinya lebih diperketat. Penyebabnya masih banyak dari peserta PBI masih tidak sesuai dengan data DTKS. Atas dasar itu, Rani memberikan saran agar untuk para perkerja langsung didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
“Kami menyarankan agar data dari DTKS itu validasinya lebih diperketat, agar tidak ada lagi yang tercecer. Juga dilakukan data ulang terutama di Dinas Tenaga Kerja karena ini terkait pekerja yang bekerja di perusahaan – perusahaan agar langsung didaftarkan di BPJS Ketenagakerjaan,” ucap Rani.
Untuk menghindari data yang berantakan, Rani menyarankan agar Dinas Sosial memperbanyak tenaga untuk validasi data terutama pendampingan untuk desa. Ia menyebut sumber masalah ada pada kelengkapan data.
”Berapapun anggaran yang kami berikan akan kekurangan terus seperti yang terjadi saat ini di Buleleng. Jadi kami sarankan untuk memberikan anggaran lebih semacam insentif kepada pihak yang diberikan untuk mengerjakan itu di dinas. Sehingga kinerjanya tambah bagus karena ada reward,” ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Sosial Kabupaten Buleleng I Putu Kariaman Putra SSos MM menjelaskan bahwa terkait kepesertaan KIS PBI sesuai dengan hasil rapat di Provinsi yang dihadiri Sekda se-Bali, untuk KIS PBI APBD akan berpedoman dengan DTKS dengan harapan diberikan kepada yang benar-benar sesuai dengan kriteria.
Menurutnya, untuk DTKS dari Dinas Sosial tetap melakukan pemutakhiran data terkait dengan tingkat kelayakan yang ada di DTKS berkoordinasi dengan desa dan kelurahan. ”Dengan pemutakhiran DTKS beban APBD Kabupaten 40 persen dan APBD Provinsi 60 persen diharapkan akan lebih meringankan,” tandas Kariaman. (625)