MAKASSAR | patrolipost.com – Penyidik Subdit Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Direktorat Resere dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulsel segera menetapkan dua orang dosen sebagai tersangka atas kasus dugaan pelecehan disertai kekerasan seksual terhadap mahasiswi.
”Iya, sudah (tersangka). Kita sudah buatkan surat penetapan tersangka, tapi belum ditandatangani pimpinan,” ujar Kanit IV Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel, AKP Ramdan Kusuma di Makassar.
Dua dosen tersebut yakni berinisial FS mengajar di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) dan KH mengajar di Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM). Keduanya dilaporkan korban atas dugaan pelecehan seksual.
Dari hasil penyelidikan terhadap kasus FS, sebanyak enam orang saksi telah diperiksa dan diminta keterangan perihal kasus tersebut. Baik dari korban, keluarga korban, maupun pihak kampus dan terlapor.
Sedangkan untuk surat penetapan tersangka secara resmi, kata dia, dalam waktu dekat diteken pimpinan. Langkah selanjutnya setelah surat itu di teken, surat pemberitahuan dikirim ke terduga pelaku maupun kejaksaan.
”Surat pemberitahuan itu harus disampaikan kepada yang bersangkutan sesuai aturan,” ungkap Ramdan.
Sementara itu, Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sulsel Kompol Zaki Sungkar membenarkan surat penetapan tersangka terhadap kedua dosen tersebut nanti dikeluarkan secara bersamaan.
”Iya, betul, sudah penetapan tersangka dan sudah gelar perkara. Iya, sama (FS dan KH tersangka),” tutur Kompol Zaki.
Dalam kasus KH, penyidik telah memeriksa empat orang saksi termasuk pelapor, saksi lain yang mengetahui kejadian itu, hingga terlapor.
Atas perbuatan kedua dosen tersebut, akan dikenakan pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengatur terkait pelecehan seksual fisik dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun penjara dan denda maksimal Rp 50 juta.
Terpisah, Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA Makassar) Makmur mengemukakan, pihaknya siap mendampingi jika para korban berkenan melapor. Sebab, jarang kasus pelecehan seksual di kampus terungkap karena korban tidak mau melapor.
”Kami siap berikan pendampingan bila korbannya mau melapor. Baik melapor ke APH (aparat penegak hukum), divisum, maupun sampai konseling dan psikologi. Saat ini baru satu laporan diterima, tahun lalu ada puluhan kita tangani,” papar Makmur.
Makmur mengungkapkan, kendala yang dihadapi pada kasus pelecehan seksual di kampus yang korbannya rata-rata mahasiswi itu karena rasa malu. Selain itu, kebanyakan dari mereka hanya meminta konseling di Kantor UPTD PPA. (305/jpc)