BORONG | patrolipost.com – Petani Manggarai Raya, khususnya Manggarai Timur mempunyai tradisi kerja bersama terutama saat memasuki musim panen padi. Dalam kerja gotong royong memanen padi, para laki-laki dan perempuan menuju sawah yang nantinya melakukan tugas masing-masing.
Para perempuan biasanya mengetam padi dan para laki-laki dibagi dalam dua kelompok. Sekelompok pria ditugaskan mengambil padi yang baru diketam (elong renco) yang diletakkan di petak sawah dan membawanya pada suatu tempat dimana sekelompok pria lain mengerumuni sebuah mesin rontok padi untuk memisahkannya dari tangkainya serta dari bulir padi yang tidak berisi.
“Menerapkan ‘leles’ dalam setiap ‘ako’ (panen padi) membuat pekerjaan pemilik sawah menjadi ringan. Meskipun ukuran sawahnya luas, proses memanennya hanya memakan waktu setengah hari saja,” ungkap Frans Armin, seorang petani yang ikut memanen padi di sawah milik Petrus Jehaman di persawahan Bea Weli, Lambaleda Selatan, Manggarai Timur, Rabu (30/4/2025).
Seorang petani, kata Frans, akan terus membantu memanen padi di sawah setiap kerabatnya, sehingga ketika tiba saatnya padi di sawahnya dipanen, orang-orang yang telah ia bantu akan datang membantunya.
“Hanya saja, sistem bekerja seperti ini membutuhkan ketahanan fisik yang kuat, karena bisa saja bekerja memanen padi jadi rutinitas setiap hari di lokasi yang berbeda setiap harinya selama musim panen,” tambahnya.
Kelompok ‘leles’ ini biasanya terdiri dari orang-orang yang berasal dari satu rumpun keluarga dan bisa juga berdasarkan keakraban relasi sosial. Kerja Gotong Royong yang disebut ‘leles’ bisa juga disebut ‘emi lime’, atau wenggol.
Tradisi ‘Leles’ bukan sekadar hanya meringankan pekerjaan di sawah seseorang, namun lebih dari itu tradisi ini merupakan moment silaturahmi dan menjalin keakraban diantara warga yang ikut bekerja. Bonusnya adalah berburu katak sawah saat ketika padi selesai dipanen. (pp04)