JAKARTA | patrolipost.com – Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) Mufti Mubarok mengatakan, apabila dugaan pengoplosan minyak RON 90 Pertalite menjadi RON 92 Pertamax terbukti benar, maka hal ini mencederai dan menyebabkan hak konsumen dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) sudah jelas terpinggirkan.
“Yang mana hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut tidak sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan,” ujar Mufti di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Terkait kerugian yang dialami konsumen, Ia menjelaskan, konsumen/masyarakat berhak untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pertamina melalui mekanisme gugatan yang telah diatur dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Adapun, salah satu gugatan yaitu dapat secara bersama-sama (class action) karena mengalami kerugian yang sama. Bahkan, secara UU, pemerintah/ instansi terkait pun dapat turut serta melakukan gugatan karena kerugian yang besar dan korban yang tidak sedikit.
BPKN mendesak pihak berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada para pelaku.
Pihaknya juga meminta Pertamina untuk bersikap transparan dalam memberikan informasi yang jelas dan jujur kepada konsumen mengenai kualitas produk bahan bakar yang dijual, dan bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen akibat dugaan praktik pengoplosan.
Selain itu, juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan distribusi bahan bakar untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
“BPKN siap membuka diri bagi konsumen yang ingin melaporkan atau berkonsultasi terkait masalah ini. Kami siap memberikan pendampingan dan membantu konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya,” ujar Mufti.
Apabila dugaan kasus ini benar, maka konsumen dijanjikan RON 92 Pertamax dengan harga yang lebih mahal, tetapi malah mendapatkan RON 90 Pertalite yang lebih rendah.
“Selain itu juga merampas hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa,” ujarnya.
Kemudian, apabila dugaan itu benar, maka konsumen telah memperoleh informasi yang palsu dan menyesatkan karena label RON 92 pertamax yang dibayarkan, namun ternyata mendapatkan RON 90 Pertalite yang lebih rendah.
Kasus dugaan korupsi tata Kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023, telah mengakibatkan kerugian negara dalam rekayasa ekspor-impor minyak mentah.
Selain itu, juga menyebabkan kerugian konsumen cukup besar yang diduga akibat adanya tindak kejahatan pengoplosan minyak RON 90 Pertalite menjadi RON 92 Pertamax.
Bentuk Tim Spesifikasi BBM
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan akan membentuk tim untuk memberi kepastian spesifikasi bahan bakar minyak (BBM) sebagai respons dari keresahan masyarakat soal kualitas BBM.
“Kami akan menyusun tim dengan baik untuk memberikan kepastian agar masyarakat membeli minyak berdasarkan spesifikasi dan harganya,” ucap Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Terkait dengan pembelian RON 90 dan RON 92, Bahlil menyampaikan pentingnya perbaikan penataan terhadap izin-izin impor BBM. Saat ini, kata dia, Kementerian ESDM membenahinya dengan memberi izin impor BBM untuk 6 bulan, bukan satu tahun sekaligus.
“Makanya sekarang, izin-izin impor kami terhadap BBM tidak satu tahun sekaligus. Kami buat per enam bulan, supaya ada evaluasi per tiga bulan,” ucap dia.
Selain itu, produksi minyak yang tadinya diekspor, Bahlil menyampaikan tidak akan lagi diizinkan untuk mengekspor agar minyak mentah yang diproduksi diolah di dalam negeri.
“Nanti yang bagus, kami suruh blending. Nanti yang tadinya itu nggak bisa diolah di dalam negeri, sekarang kami minta harus diolah di dalam negeri,” ucap Bahlil.
Pernyataan tersebut merespons keresahan masyarakat akibat ramainya pemberitaan terkait BBM jenis Pertalite yang dioplos menjadi Pertamax.
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.
RON 90 tersebut kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Kabar tersebut menyusul pengungkapan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023. Kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.
Atas hal tersebut, PT Pertamina (Persero) membantah kabar adanya bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dioplos dengan BBM jenis Pertalite, sekaligus memastikan bahwa Pertamax yang beredar di masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso Fadjar menegaskan bahwa produk Pertamax yang sampai ke masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.
“Kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing,” ucap Fadjar ketika ditemui di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2) lalu. (807)