MANGUPURA | patrolipost.com – Bangkai babi belakangan marak dibuang di sungai. Akibatnya, sungai menjadi kumuh, bau dan bergelimbangan bangkai. Pembuangan bangkai babi marak pasca banyaknya ternak babi masyarakat mati mendadak.
Masyarakat yang malas mengubur bangkai ternaknya memilih cara instan dengan membuang ke sungai. Sungai yang paling banyak menjadi tempat pembuangan bangkai babi adalah sungai Tukad Penet, perbatasan Badung-Tabanan dan Tukad Ayung, perbatasan Badung-Gianyar. Selain itu sungai Tukad Gerana juga dipakai alternatif oleh masyarakat tak bertanggungjawab membuang bangkai babi.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung I Wayan Wijana, dihubungi, Kamis (20/2/2020) tak menampik beberapa hari terakhir adanya pembuangan bangkai babi secara sembarangan ke sungai. Hal itu pun sangat disayangkan. Pasalnya, pembuangan bangkai babi sembarangan bisa membuat virus semakin menyebar.
“Sangat kita sayangkan (membuang bangkai babi ke sungai). Ini akan membuat penyebaran virus makin meluas,” ujarnya.
Pembuangan bangkai babi sembarangan ini, menurut dia menandakan rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan. Mereka memilih cara tak bertanggungjawab dengan membuang bangkai babi ke sungai.
“Sebenarnya ini semua kembali kepada kesadaran masyarakat,” kata Wijana.
Ia pun mengaku pihaknya di Dinas Pertanian bersama aparat desa sudah pernah memberikan edukasi kepada peternak maupun masyarakat. Bahkan untuk mencegah penyebaran penyakit babi ini salah satunya dengan tidak membuang babi mati di tempat-tempat umum, sehingga yang harus dilakukan adalah dengan mengubur bangkai babi itu.
“Kalau dibuang sembarangan, virus babi akan menyebar dengan mudah melalui media udara. Bisa saja menyebar pada binatang peliharaan yang lain,” jelasnya.
Pihaknya mengimbau bangkai babi agar dimusnahkan dengan cara dikubur.
“Kami sudah imbau agar dikubur saja. Toh juga di Badung Utara masih ada lahan untuk mengubur babi yang mati,” terang mantan Kabag Organisasi Setda Badung ini.
Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa juga sangat menyayangkan adanya pembuangan babi ke sungai-sungai yang sangat mencemari lingkungan.
Ia pun menyarankan pemerintah memikirkan bantuan untuk penguburan babi. Pasalnya, di lapangan ongkos penggalian tanah untuk mengubur babi mencapai Rp 100 sampai 200 ribu per ekor. Sehingga seakan peternak merasa semakin rugi di saat peternak terkena virus babi tersebut.
“Kami sangat menyayangkan bangkai babi dibuang sembarangan. Dan kami harap pemerintah memfasilitasi penguburan babi. Sehingga peternak yang sudah rugi tidak tambah terbebani,” katanya. (634)