DENPASAR | patrolipost.com – Perumusan Rekomendasi Pelepasliaran Satwaliar diselenggarakan pada Rabu (5/7) bertempat di Hotel Inna Sindu Beach Denpasar, Bali.
Acara ini dihadiri oleh Direktur KSDAE, Direktur Bali eksotik marine park, perwakilan Bali Zoo, kepala BKSDA, Kepala BKSDA Denpasar, ketua BKBSI, kepala DLHK prov Bali, kepala riset Bali, balai karantina kelas 1 Dps, ketua flying vet Bali, WWF, kepala TNBB, dan undangan lain.
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Prof Suartha menyebutkan, kewajiban semua pihak untuk melestarikan ekosistem laut. Maka dari itu diperlukan masukan dari para hadirin/undangan yang telah meluangkan waktu untuk hadir di acara seminar ini. Prof Suartha mengucapkan terimakasih atas partisipasi dari mitra, stakeholder, dan sponsor yang telah mendukung terselenggaranya acara Pra seminar nasional ini.
Dr. drh. Gus Windia yang menyebutkan bahwa adanya beberapa masalah pascapandemi yaitu potensi penularan penyakit dari satwa liar ke hewan domestik, sehingga diperlukan diskusi dari masalah tersebut. Selanjutnya penyampaian drh. Tri Komala Sari, Ph.D menyampaikan, terkait emerging infectious yang dikaitkan dengan mamalia laut. Emerging infectious diasease muncul karena adanya tumpahan penyakit (patogen) pada suatu daerah dari hewan ke manusia maupun dari satu hewan ke spesies hewan lainnya. Faktor genetik, lingkungan dan intermediet host (vector) host utama maupun host resepien mempengaruhi transmisi penyakit. Pada kesempatan ini drh Tri menjelaskan terkait pola/ model transmisi penyakit. Host harus memiliki barrier yang tinggi untuk mencegah penularan penyakit yang terjadi.
Pemaparan dari Dr. drh. Gus Windia dengan topik pertimbangan Pelepas-liaran mamalia laut pascadipelihara ex-situ. Topik ini dibahas karena masalah adanya pro dan kontra terkait kegiatan pelepasan satwa/mamalia laut pascakonservasi karena berkaitan dengan kesrawan dan ancaman penularan penyakit yang terjadi melalui air. Kegiatan Pelepasliaran ini dilakukan secara hati-hati menimbang kesehatan komunitas umum, tidak hanya pada mamalia laut tetapi pada satwa liar lainnya juga telah diterapkan.
Acara dilanjutkan dengan diskusi dari berbagai stake holder yang hadir baik dari institusi pemerintah seperti BKSDA, KKP hingga LSM seperti Whale Stranding Indonesia dan WWF.
“Lebih baik kita membahas satwa/mamalia laut yang layak untuk dilepasliaran dibandingkan efek yang akan terjadi pascapelepasliaran satwa itu sendiri,” ungkap Kepala BKSDA Bali Dr. R. Agus Budi Santosa S.Hut. MT.
Lebih lanjut Dr. Agus menyampaikan selain kelayakan satwa liar yang dilepasliarkan, perlu dibahas terkait aturan pelepasliaran hewan/satwa dan otoritas yang memastikan dan mengetahui bahwa hewan tersebut layak hidup di alam liar. (wie)