UBUD | patrolipost.com – Festival sastra terbesar di Asia Tenggara Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) ke-19 kembali digelar setelah tiga tahun ditiadakan karena pandemi.
UWRF22 dihadiri oleh sejumlah penulis dan sastrawan dari berbagai negara. Termasuk penulis lokal dan nasional seperti jurnalis Putu Oka Sukanta, sutradara film Kamila Andini, penulis novel Ahmad Fuadi dan musisi Rara Sekar.
Panelis-panelis ternama yang ikut mengisi acara adalah, Carla Power, Tim Baker, Audrey Magee, Sequoia Nagematsu, Kylie Moore-Gilbert dan Osman Yousefzada.
Festival Director dan Founder Janet DeNeefe mengatakan, UWRF22 juga menyorot sejumlah isu seperti The War in Ukraine. Sorotan itu dilakukan dalam diskusi yang menghadirkan penulis asal Ukrania Oksana Maksymchwk dan Maz Rosochinsky.
“Kami tidak bisa mengabaikan invasi Rusia ke Ukraina karena dampak globalnya yang sangat luas,” kata Janet, Kamis (27/10/2022).
Ketua Yayasan Mudra Swari Saraswati I Ketut Suardana menambahkan, tema ‘uniting humanity’ menjadi pengejawantahan dari Memayu Hayuning Bawana.
“Sebuah filosofi Jawa kuno yang memiliki arti prinsip dasar yang kami pelihara, jaga dan mempercantik semesta ini. Bawana berarti dunia kami,” kata Ketut Suardana.
Bawana menurut Ketut Suardana, bukan hanya fisik tapi juga alam yang berkultur spiritual. Memayu merupakan jalan yang dipertahankan di planet ini menuju keharmonisan universal.
Sementara, Jurnalis dan novelis asal Papua, Aprila Wayar akan mendiskusikan terkait taktik kreatif yang ia kembangkan untuk perubahan di seluruh Tanah Air.
“Saya berharap festival tahun ini akan menjadi kunci untuk kebangkitan sastra dan menjadi dunia untuk literasi di Indonesia, juga sebagai dunia yang lebih kuat setelah pandemi Covid-19,” kata Wayar.
Penulis Australia Tim Baker merasakan bahwa, Ubud, Bali membantunya membuat hidup lebih bermakna. Buku baru yang ia luncurkan berjudul ‘Patting the Shark’ yang mengisahkan perjuangannya melawan diagnosa kanker prostrat stadium 4.
“Pengalaman di sini menyembuhkan saya. Bali dan Ubud khususnya menjadi tempat sempurna bahwa menulis menjadi obat,” kata Tim Baker. (pp03)