Webinar Nasional: Peran Media dan Jurnalis dalam Membangun Opini Publik di Tengah Pandemi Covid-19.
DENPASAR | patrolipost.com – Membangun komunikasi di tengah pandemi Covid-19 dianggap hal penting tujuannya tidak lain untuk memberikan informasi kepada masyarakat, namun informasi yang disampaikan pun harus sesuai dengan data dan fakta, untuk menghindari “Hoaks”. Disamping itu juga informasi yang disampaikan bisa memberikan edukasi, khususnya lagi bagaimana membentuk opini- opini di tengah pandemi Covid-19. Selain itu di tengah situasi yang tidak menentu ini dalam komunikasi ini harus ada juga unsur entertain dalam penyampaiannya. Artinya, sisi lain dari kondisi Covid-19 yang bisa mengubah perilaku masyarakat menuju hidup sehat sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19.
“Secara ringkas dan skematis bahwa komunikasi itu merupakan gabungan dari lima komponen utama antara lain, source (komunikator), message (pesan), channel (saluran), receiver (komunikan) dan effect (dampak),” tutur Rektor Dwijendra University, Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.M.A., dalam sambutannya di acara Webinar Nasional bertajuk Edukasi Etika Jurnalistik : Peran Media dan Jurnalis dalam Membangun Opini Publik di Tengah Pandemi Covid-19, yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Dwijendra University, Selasa (6/7/2021).
Terkadang menurutnya, perkembangan teknologi dan terbukanya akses informasi memungkinkan terciptanya suatu dinamika berupa opini-opini publik di tengah-tengah masyarakat. Opini publik yang berkembang inilah kemudian berkembang lebih lanjut sebagai upaya pencitraan.
“Opini publik ini memiliki kemampuan besar mempengaruhi perilaku masyarakat yang muncul dari dirinya, budayanya sehingga muncul penilaian- penilaian yang berdampak positif atau negatif terhadap masyarakat itu sendiri,” imbuhnya, seraya berharap jangan sampai opini yang terbentuk lari ke mana-mana yang bisa mempengaruhi proses politik atau kebijakan.
Lantas ia berpendapat, media memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan opini di masyarakat baik itu media pers ataupun media sosial tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga sudah menjadi aktor dan pemain di dalamnya. Banyak pihak menggunakan media dalam pembentukan opini.
“Terkadang media ini menjadi agen sosialisasi terhadap pilihan politik masyarakat,” tukasnya. Dengan berseliwerannya media saat ini ia berharap, media pers bisa menjadi pengawas perputaran informasi dan pesan-pesan sehingga tidak menjadi bola liar, sambungnya.
Dari sisi lain, Ketua PWI Provinsi Bali, IGMB Dwikora Putra dalam kesempatan ini lebih menekankan bagaimana peran wartawan dalam menghadapi pandemi Covid-19, terutama terkait pemberitaan. Menurutnya, wartawan sangatlah berisiko terpapar Covid-19. Para wartawan tidak bisa duduk tenang, mereka harus tetap membuat berita.
“Ada hal yang berbeda antara media pers dan media sosial, yang sempat disinggung pak rektor,” ucap Dwikora yang juga sebagai Pemimpin Redaksi Harian Warta Bali.
Ada karakter yang berbeda antara media pers dan media sosial, media sosial sama sekali tidak terikat pada kode etik, tetapi media pers itu sendiri sudah jelas aturannya sebagaimana yang dirumuskan dalam UU No 40 th 1999.
“Media pers harus berbadan hukum pers, alamatnya jelas, ada struktur redaksinya, terikat pada kode etik jurnalistik dan produknya yaitu produk jurnalistik,” jelasnya.
Begitupun dengan keberadaan seorang wartawan yang secara terus- menerus melakukan kegiatan jurnalistik. Ini hal yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh bukan wartawan.
Dijelaskan, sebelum wartawan melakukan tugasnya di tengah pandemi Covid-19, ia harus faham standar peliputan Covid-19, tujuannya agar terhindar dari terpapar Covid-19. Musababnya, wartawan memiliki kewajiban mengedukasi masyarakat terkait Covid-19. Sedangkan konteks edukasi itu sendiri sangat luas.
“Informasi yang didapat haruslah akurat, diverifikasi dan dikonfirmasi, yang dibingkai dalam kode etik jurnalistik agar berita yang disajikan tidak menyesatkan,” katanya mengingatkan.
Sejak munculnya media sosial, Dwikora mengatakan, pers memiliki tugas baru, yakni menjadi semacam “cleaning house” bagi media sosial. Bagaimana pers berperan dalam membersihkan, meluruskan informasi-informasi yang ada di media sosial agar tidak menyesatkan masyarakat, termasuk opini negatif terhadap kebijakan pemerintah terkait Covid-19.
“Tugas pers meluruskan tentang segala aspek, bukan hanya Covid-19, tetapi juga kebijakan, politik dan sebagainyasebagainya. Dan yang tak kalah pentingnya yaitu bagaimana peran pers dalam mendorong dan menumbuhkan optimisme masyarakat dalam menghadapi Covid-19,” tandasnya.
Acara yang dipandu, Ni Made Adi Novayanti, S.I.Kom., M.I.Kom. (Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Dwijendra University) juga menghadirkan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis Dwijendra University, Drs. I Wayan Kotaniartha, S.H., M.H., M.I.Kom., selaku salah satu narasumber.
Dalam kesempatan ini Dekan Kotaniartha menekankan peran media pers sebagai media arus utama masih diperlukan di era digitalisasi dan keterbukaan informmasi untuk meluruskan apa yang sering berkembang di media sosial terutama terkait informasi Covid-19.
“Tentu kita harapkan jangan sampai peran media mainstream atau arus utama sampai tergerus oleh media sosial,” ujarnya. Peran media pers sebagai penyeimbang peran new media/media sosial, pungkasnya. (wie)