BANGLI | patrolipost.com – Di tengah melonjaknya harga beras, cacah (gaplek) menjadi satu alternatif pengganti beras sebagai makanan pokok. Biasanya cacah digunakan untuk campuran nasi. Sayangnya di Bangli pembuat/perajin cacah tidak mampu memproduksi makanan dari singkong yang dikeringkan ini dalam jumlah banyak.
Perajin cacah di Banjar/Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli, Ni Ketut Mudari mengatakan, cacah masih cukup diminati oleh masyarakat, terlebih lagi di tengah naiknya harga beras. Biasanya cacah dicampur dengan nasi.
Proses membuat cacah, kata Ketut Mudari tidaklah begitu rumit. Bahan baku yakni ubi dipotong kecil-kecil, selanjutnya dijemur di bawah terik matahari. Jika cuaca panas, dalam waktu dua hari ubi sudah kering (cacah). Barulah dikemas menggunakan kantong plastik.
Menurutnya kendala utama dalam proses membuat cacah yakni cuaca. Jika tidak mendapat sinar matahari yang cukup, maka tidak dapat menghasilkan cacah dengan kualitas yang bagus.
“Kalau tidak dapat sinar matahari, ubi yang dipotong bisa busuk. Jika sampai busuk, ubi terpaksa digunakan untuk pakan babi,” sebutnya ditemui Selasa (26/9/2023).
Disinggung untuk pemasaran, biasa menjual cacah kepada pedagang nasi di pasar. Namun seiring naiknya harga beras, lumayan banyak yang mau membeli cacah. “Tidak hanya langganan saja, tapi ada juga permintaan yang lain. Peminat di pasar terbilang rame,” ungkapnya.
Walaupun permintaan cacah saat ini lumayan banyak, namun pihaknya hanya mampu mengolah 8 kilogram ubi. Biasanya seluruh cacah yang diproduksi laku dalam sehari.
“Paling banyak 8 kilogram sehari karena proses dan alat yang kami gunakan masih manual,” sebutnya.
Sedangkan untuk harga cacah, kata Mudari, satu plastik kecil dijual Rp 3.000 per bungkus. “Harga cacah tergantung dari harga bahan bakunya (ubi),” ujar Ketut Mudari. (750)