Hari Ini Ditetapkan Sebagai Kapolri, Listyo: Lebih Humanis, Tak Ada Lagi Penilangan di Jalan

Kapolri Jenderal Idham Aziz (kiri) mendampingi calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Purnomo sebelum dilantik. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Komisi III DPR akhirnya menyetujui pencalonan Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri. Keputusan itu diambil setelah Listyo menjalani uji kelayakan dan kepatutan di hadapan dewan kemarin (20/1). Persetujuan DPR diumumkan Ketua Komisi III Herman Hery dalam rapat pleno dengan agenda mendengarkan pendapat fraksi-fraksi.

”Akhirnya, pimpinan dan anggota Komisi III DPR secara mufakat menyetujui pengangkatan Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri yang selanjutnya ditetapkan dalam rapat paripurna terdekat,” ujar Herman kemarin. Rencananya, rapat paripurna itu diselenggarakan hari ini.

Uji kelayakan dan kepatutan berjalan sekitar 3,5 jam, mulai pukul 10.00 hingga pukul 13.30. Listyo memaparkan program-program prioritas yang terdiri atas 16 poin dan tujuh komitmen yang bakal dijalankannya setelah dilantik menjadi Kapolri. Listyo menegaskan komitmen agar tidak boleh lagi ada hukum yang hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Menurut dia, hukum seyogianya ditegakkan dengan cara-cara humanis.

”Dalam kepemimpinan saya, sisi-sisi tersebut menjadi fokus utama yang akan diperbaiki sehingga mampu mengubah Polri menjadi berorientasi pada kepentingan masyarakat, menegakkan HAM, dan mengawal proses demokrasi,” terangnya. Komitmen itu dia sebut sebagai justice for all.

Sebelumnya, Listyo sempat bersilaturahmi dengan berbagai elemen. Mulai tokoh masyarakat, tokoh agama, pengurus partai, hingga Kapolri periode-periode terdahulu. Tujuannya, menghimpun harapan masyarakat terhadap penerapan justice for all tersebut.

Penegakan hukum yang humanis menjadi topik yang disorot anggota komisi III. Anggota Fraksi PAN Sarifuddin Suding menyinggung penggunaan kekerasan dan penahanan sewenang-wenang serta kriminalisasi yang menjadi isu mencolok sepanjang 2020.

”Secara kualitatif, tindakan represif kepolisian cukup tampak. Salah satunya ketika ada penentangan UU Ciptaker. Saya berharap institusi kepolisian tidak menjadi alat politik kekuasaan,” ujar Suding.

Hal serupa disampaikan Achmad Dimyati dari Fraksi PKS. Terkait dengan isu profesionalisme dan humanisme, Achmad mengutip hasil kajian Kontras bahwa terjadi lebih dari 400 kasus kekerasan oleh aparat kepolisian hingga mengakibatkan warga luka-luka, bahkan tewas. Serta adanya dugaan extrajudicial killing pada Desember 2020.

”Kami selama ini sering dimintai penjelasan soal isu-isu demikian. Kenapa penanganan demo represif? Kenapa pelanggaran prokes sampai membuat nyawa melayang? Saya pikir pendekatan yang profesional dan humanis perlu makin dikedepankan,” ungkapnya. Achmad juga meminta desain yang jelas dalam penerapan pendekatan yang tidak lagi represif.

Dalam pemaparannya, Listyo menawarkan penegakan hukum berbasis teknologi agar lebih transparan. Bila terjadi pelanggaran, bisa dicek melalui data-data digital yang terekam. Hal itu juga berlaku untuk kejahatan konvensional. Data-data juga dapat digunakan untuk memetakan pola kejahatan jaringan tertentu. Misalnya, narkoba atau terorisme.

”Yang paling penting dalam kegiatan ini, anggota jangan menyalahgunakan wewenang. Kami betul-betul menyiapkan pengawasan dan membuka ruang pengawasan secara teknologi sehingga masyarakat pun bisa mengakses,” jelasnya.

Akses itu juga bakal dikoneksikan dengan propam dan Kompolnas. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih mudah melapor bila terjadi tindak kekerasan oleh aparat di lapangan.

Listyo juga akan mengoptimalkan tilang elektronik. ”Khusus di bidang lalu lintas, penindakan pelanggaran lalu lintas secara bertahap bakal mengedepankan mekanisme penegakan hukum berbasis elektronik atau biasa disebut ETLE (electronic traffic law enforcement, Red),” papar Listyo.

Lewat cara itu, para polisi lalu lintas (polantas) tidak lagi melakukan penilangan di jalan. Semuanya dilakukan secara elektronik by system. Polantas hanya akan bertugas mengatur arus lalin yang macet.

Listyo berharap mekanisme tilang elektronik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi dan personel Polri. ”Kami berharap ini menjadi ikon perubahan perilaku Polri, khususnya di sektor pelayanan lini terdepan, yaitu anggota-anggota kami di lalu lintas,” tuturnya sebagaimana dilansir.

Secara umum, komisi III memberikan apresiasi dan pujian atas pemaparan Listyo di fit and proper test tersebut. Anggota Fraksi PPP Arsul Sani bahkan menyebut program-program yang disusun Listyo tidak hanya bersifat transformatif, tetapi juga mengarah ke revolusi Polri secara keseluruhan.

Dia juga mengapresiasi visi-misi Listyo yang ingin meningkatkan pemanfaatan big data dalam penegakan hukum. Namun, Arsul memberi catatan bahwa big data membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Selain itu, ada potensi terjadinya pelanggaran HAM karena big data bakal menjangkau data-data pribadi warga.

”Predictive policing ini memerlukan perubahan kultur dari polisi yang terbiasa menindak menjadi polisi yang terbiasa melayani,” jelas Arsul. Artinya, jangan sampai penerapan teknologi untuk penegakan hukum justru memunculkan potensi penyalahgunaan wewenang lagi oleh aparat kepolisian. Arsul meminta pendalaman konteks perubahan kultur tersebut dilakukan agar benar-benar terlaksana di tubuh Polri, bukan hanya wacana yang ideal di atas kertas.

Anggota Fraksi PDIP Safaruddin memberi catatan terkait dengan polisi era 4.0. Dia mengapresiasi program Listyo yang dianggap mengikuti perkembangan industri teknologi digital. Namun, perlu dipikirkan kesiapan sarana-prasarana serta kompetensi anggota yang akan direkrut untuk bidang tersebut.

”Masalah anggaran, saya lihat belum terakomodasi pada 2021. Perlu dijelaskan bagaimana Bapak bisa menjalankan program presisi ini kalau membutuhkan anggaran, sementara belum terakomodasi di anggaran 2021,” terangnya. (305/jpc)

Pos terkait