JAKARTA | patrolipost.com – Angka kematian akibat Covid-19 selalu memecahkan rekor tiap hari di atas seribu jiwa. Menanggapi kebijakan pembukaan bertahap yang akan dilakukan mulai 26 Juli nanti, pemerintah diminta konsisten tetap menjalankan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat atau kini disebut dengan istilah PPKM Level 4 di Jawa Bali.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan angka kematian menjadi indikator bahwa pasien Covid-19 masih sulit mencari rumah sakit terutama ruang ICU. Sehingga PPKM Level 4 harus konsisten dilakukan di Jawa Bali.
“Jawa Bali kapasitas RS-nya masih tertinggi ya. Maka Jawa Bali harus tetap konsisten jalankan PPKM Level 4, jangan berubah-ubah lagi aturannya. Nanti berubah-berubah lagi,” tegasnya, Jumat (23/7).
Menurut Tri Yunis, Indonedia selalu bermain dengan data-data dan kebijakan. Dengan tingginya angka kematian, ia menyebut lebih dari seribu jiwa sehari adalah angka yang mengkhawatirkan.
“Sehingga sangat terlihat bahwa kita bermain-main data, kalau mau pada PPKM dengan level itu ya konsisten saja. Jangan berubah-ubah lagi,” tuturnya.
“Saya bilang dalam keadaan perang , menurut saya kematian sehari 1000 itu keterlaluan. Sama saja menyerang musuh yang nembak minta ampun. Makanya bertahannya harus dengan cara yang benar dan tepat,” katanya.
Imej Buruk di Mata Asing
Tri Yunis juga mengaku sedih karena Indonesia memiliki imej buruk di mata dunia asing. Kantor berita asing selalu menyebut Indonesia dengan istilah Indonesia Stupidity. Kalimat julukan itu, kata dia, sangat menyakitkan.
“Makanya kantor berita asing itu terlihat Indonesia di mata dunia. Indonesia ditertawakan oleh banyak negara dengan terjadinya bencana di Jawa Bali. Jadi menurut saya Indonesia jangan bermain-main lagi dengan data Covid-19, banyak negara yang menyesalkan,” katanya..
“Media asing sudah memberitakan sangat negatif tentang Indonesia. Kita disebut sangat terjerembab ke jurang yang dalam. Indonesia stupidity begitu, buat saya sih menyakitkan. Itu kayak Indonesia kebodohan besar,” tukasnya.
Dalam sehari, angka kematian menyentuh rekor 1.566 jiwa sehari pada Jumat (23/7). Menurutnya, kondisi di lapangan bisa dua kalo lipat.
“Itu menunjukkan fasilitas masih penuh. Apalagi banyak pasien meninggal belum tercatat, belum terlaporkan atau pasien probable, kematian aslinya bisa meledak. Bisa dobel, bisa 3 ribu sehari,” tutupnya. (305/jpc)