MANGUPURA | patrolipost.com – Kiprah Anak Agung Gde Agung di panggung Senayan terhenti oleh keputusannya untuk tidak melanjutkan proses tahapan pencalonan anggota DPD RI 2024. Penglingsir Puri Ageng Mengwi ini sempat duduk sebagai anggota di Komite III DPD RI periode 2019-2024.
AA Gde Agung memilih kembali melayani masyarakat dan menjalankan swadharma Puri Ageng Mengwi. Ia mengatakan, keputusannya menghentikan proses menuju calon anggota DPD RI, telah dipikirkan secara matang.
“Tidak ada tekanan atau ancaman dari siapa-siapa, terus apa urusannya menekan saya, jadi ada yang bertanya begitu,” jelas Gde Agung di Puri Ageng Mengwi, Selasa (7/2/2023).
Mantan Bupati Kabupaten Badung dua periode ini juga mengungkap, secara administrasi dirinya telah memenuhi syarat dukungan minimal sebanyak 2.416 KTP pendukung. Namun, dalam statusnya masih sebagai bacalon, akhirnya keputusan menarik diri itu diambil.
“Ini masalah timing, kapan saya harus menyampaikan ke KPU, masyarakat dan konstituen. Kalau sudah ditetapkan sebagai calon dan saya mundur, akan ada sanksinya,” ujarnya.
Ia mengatakan, hal urgent yang harus dilakukan saat ini adalah ‘membayar utang’ kepada masyarakat adat Puri Ageng Mengwi. Selama 5 tahun duduk di Senayan, ia memiliki sedikit waktu melayani masyarakat adat.
“Saya kesulitan membagi waktu karena tugas-tugas sebagai wakil daerah dan tugas melayani masyarakat adat. Ini suatu keputusan yang sangat berat buat saya,” kata Gde Agung.
Selama satu periode berkiprah sebagai senator perwakilan Bali (2019-2024), AA Gde Agung bersama Komite III DPD RI berhasil menginisiasi lahirnya sejumlah Undang-Undang. Diantaranya adalah, memasukkan sport tourism dalam UU Keolahragaan Nasional.
Menurut Gde Agung, sport tourism menjadi modal Bali dalam pengembangan kepariwisataan ke depan.
“Kita di Bali, kalau membuat event olahraga akan mendatangkan devisa, itu satu keuntungan buat kita,” katanya.
Perjuangan Anak Agung Gde Agung di Jakarta juga telah melahirkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Menurutnya, Bali memiliki kepentingan terhadap perlindungan kalangan rentan kekerasan seksual. Dijelaskan, UU TPKS ini melengkapi KUHP yang menurutnya tidak komprehensif mencakup tindakan kekerasan seksual.
“TPKS sifatnya menyeluruh dan tidak mudah menggolkan UU tersebut, astungkara saat ini RUU TPKS sudah diundangkan,” jelasnya. (pp03)