DENPASAR | patrolipost.com – Memperingati Hari Guru Nasional (HGN) 2022, Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Denpasar menggelar diskusi publik. Diskusi yang dihadiri puluhan peserta ini, mengusung tema pendidikan yang emansipatoris yakni “Menelisik Konsep Pendidikan Driyarkara” di Margasiswa PMKRI Cabang Denpasar Sanctus Paulus, Jumat (25/11/2022) malam.
“Kegiatan ini juga dhadiri oleh anggota biasa PMKRI Cabang dan anggota KMK se-Bali,” kata Ketua Presidium PMKRI Cabang Denpasar Sanctus Paulus Periode 2022-2023 Roland.
Roland mengatakan, diskusi ini menghadirkan 3 pemantik diskusi yang terdiri dari masing-masing perwakilan Keluarga Mahasiswa Katholik (KMK) universitas di Bali. Yakni perwakilan KMK Universitas Saraswati Paskalis, perwakilan KMK Universitas Dihyana Pura Sima, dan perwakilan PMKRI Cabang Denpasar Aurel, serta dimoderatori oleh Biro Diskusi Penalaran PMKRI Cabang Denpasar Save.
Menurut Roland, pendidikan yang membebaskan adalah upaya untuk membebaskan “kesesatan” dari pendidikan sebelumnya, menuju ke arah pendidikan yang lebih untuk bangsa dan negara.
“Budaya diskusi, membedah pemikiran para tokoh-tokoh bangsa harus terus hidup. Mencari sari-sari pemikiran mereka untuk menjawab tantangan zaman saat ini,” ujarnya.
Moderator Save dalam pembukaan diskusi menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan konsep pendidikan Driyarkara adalah konsep pendidikan yang hominisasi dan humanisasi atau pendidikan yang memanusiakan manusia muda. Kemudian harapan diskusi ini dapat memberikan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan dalam menunjang kehidupan baik itu secara personal maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perwakilan KMK Universitas Saraswati Paskalis menyatakan pendidikan berlangsung seumur hidup, dimana manusia sejak lahir membutuhkan bantuan orang lain. Sedangkan dalam diskusi ini membongkar persoalan dalam dunia pendidikan, khususnya di Indonesia.
“Dimana silabus-silabus pendidikan yang tidak memberikan efek dalam proses pendidikan,” ungkapnya.
Mengingat pendidikan saat ini bukan memerdekakan peserta didik bahkan tidak membuka peluang pada penalaran kritis. Masyarakat justru menganggap sekolah sebagai candu sosial dan menggantungkan nasib hidup anak-anaknya pada pendidikan sekolah. Seolah-olah hanya sekolah tempat memperoleh pendidikan dan menjadi satu-satunya pilihan seseorang terdidik serta memiliki harapan, status sosial, prestis dan ukuran kualitas ditentukan oleh tingginya jenjang pendidikan sekolah. Dengan demikian secara umum gelar akademik dipandang lebih penting dari pada penguasaan ilmu dan moralitas akademik.
Kemudian perwakilan KMK Universitas Dihyana Pura Sima menuturkan, pendidikan adalah benteng pertahanan dalam menghadapi perkembangan zaman. Metode pembelajaran melalui kurikulum seragam mengakibatkan tidak adanya otonomi akademik. Kurikulum yang sentralistik ini dalam implementasinya seringkali atau bahkan tidak aspiratif dan akomodatif terhadap kebutuhan siswa. Dalam proses belajar mengajar tidak banyak memberikan ruang interaksi antara guru dan siswa.
“Terlebih pendidikan yang emansiptaroris adalah pendidikan yang membebaskan, pendidikan yang memberdayakan, dan pendidikan yang dialogis,” terangnya.
Perwakilan PMKRI Cabang Denpasar Aurel menjelaskan, komunikasi atau percakapan yang sejati membutuhkan pertanyaan-pertanyaan, tugas-tugas dan masalah-masalah yang menantang. Guru harus menjadi contoh kesungguhan yang menggali berbagai perspektif. dan mengangkat berbagai teori yang berbeda-beda dan memberi penjelasan dari sumber yang tepat. Peserta didik juga harus diberi kesempatan menggunakan perspektifnya, pengalaman pribadinya di dalam proses pencarian makna, gagasan dan solusi. Pengetahuan demikian penting untuk menghadapi dogmatisme atau kesadaran palsu. Sehingga tidak aspiratif terhadap keragaman budaya dan potensi anak didik sebagai individu yang unik.
“Proses pendidikan seharusnya mempunyai ruang dialog yang terjadi antara guru dan siswa. Namun, yang terjadi saat ini justru guru menjadikan siswa sebagai objek dalam proses belajar-mengajar,” jelasnya.
Selain itu, sesuai dengan tema Menelisik Konsep Pendidikan Driyarkara dalam diskusi ini menyimpulkan manusia dapat mencapai perkembangan lebih lanjut, realisasi diri dalam laju budaya dan ilmu pengetahuan. Proses ini juga perlu diimbangi dengan pendidikan pribadi. Karena melalui pendidikan, manusia akan berproses secara homonisasi dan menghumanisasi kediriannya menuju alam kemanusiaan yang lebih tinggi yaitu manusia yang manusiawi.
Pada tataran kemanusiawian inilah jiwa itu terbentuk dan karakter itu terlakonkan oleh manusia sebagai pribadi yang unik. Pelakonan kemanusiawian pribadi-pribadi tersebut akan terjadi dan dapat diterjadikan salah satunya melalui jalur pendidikan, baik formal, informal, maupun non formal. (030)