Hilangkan Nyeri Pasien, Narkotika Jadi Senjata Dokter Anestesi

DENPASAR | patrolipost.com – Berita penyalahgunaan narkotika makin marak, bahkan di kalangan publik figur. Namun ada satu profesi yang hampir setiap hari berkecimpung menggunakan narkotika. Yakni dokter anestesi untuk mengatasi rasa nyeri yang diderita pasien.
Bertempat di RSUD Bali Mandara, Selasa (30/7) sebanyak 60 dokter anestesi dari Bali dan Indonesia Timur berkumpul membahas jenis obat narkotika baru. Adalah Remifentanil yang sebenarnya sudah ada sejak 20 tahun lalu. Obat yang turunan dari Opium tersebut dibahas sebagai sebuah pilihan obat karena sifatnya yang cepat cara kerjanya. Namun cepat pula eliminasinya (rapid onset – rapi offset).

Dalam diskusi tersebut, menghadirkan beberapa pembicara nasional, seperti Profesor Andi Husni Tanra, SpAn, MD, PhD, KMN dari Makassar, Profesor Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO, dan DR dr Sjafri, SpAn, KIC, KAKV, serta DR dr Putu Pramana Suarjaya, SpAn, KNA, KMN yang membagikan pengalamannya terhadap penggunaan klinik penanganan nyeri multimodal.

Direktur Utama RS Bali Mandara, dr Bagus Dharmayasa mengatakan, Opiat memang menjadi salah satu senjata dokter anestesi untuk mengatasi nyeri akut maupun nyeri kronik. Onset yang cepat dan offset yang cepat pula adalah salah satu yang ingin dicari dari penggunaan obat Opiat.
“Namun, di era Kendali Mutu dan Kendali Biaya pada hampir semua pasien yang ditangani, ada sebuah PR besar pula dari setiap provider obat atau farmasi untuk ikut memikirkannya,” ungkapnya.
Menurutnya, jika bicara Kendali Biaya tidak bisa dihitung direct cost saja, tapi harus mempertimbangkan penyerta-penyertanya yang dari paling gampang tentang Length of Stay di rumah sakit atau efek samping yang ditimbulkan sehingga memerlukan treatment tambahan. Disebut “Pisau Bermata Dua”, karena jika sedikit saja ada kesalahan dosis, akan fatal akibatnya. Terlebih lagi, jika bukan personal profesional yang mengerjakan.
“Demikianlah disimpulkan, bahwa Opiat atau narkotika adalah anugerah dari Tuhan terutama untuk penanganan nyeri sedang dan berat. Namun tetap menuntut perilaku bertanggungjawab dan sesuai indikasi untuk aplikasinya,” katanya. (ray)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.