SINGARAJA | patrolipost.com – Peningkatan kasus gigitan anjing gila (rabies) pada kurun waktu tahun 2022 ini patut menjadi perhatian semua pihak. Selain mengakibatkan luka-luka yang cukup siginifikan kasus gigitan anjing tertular rabies sangat rentan mengancam nyawa masyarakat. Data yang dilansir Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng sejak awal tahun 2022 hingga menjelang tutup tahun, sebanyak 8 orang terpaksa meregang nyawa akibat gigitan anjing.
Ironisnya rata-rata yang terkena gigitan anjing terlambat diberikan vaksin anti rabies (VAR). Padahal nyawa mereka bisa diselamatkan jika saja secepatnya diberikan vaksin rabies usai digit anjing.
Tidak hanya itu, kasus Gigitan Hewan Penyebar Rabies (GHPR) mengalami trend peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya. Data di tahun 2020 terjadi kasus GHPR sebanyak 3.693 kasus dan pada tahun 2021 terjadi trend penurunan GHPR hingga sebanyak 2.487 kasus. Sementara terjadi lonjakan kasus pada tahun 2022 tercatat 6.026 kasus gigitan sudah terjadi. Bahkan 8 diantaranya meregang nyawa akibat terlambat mendapat VAR.
Kepala Dinas Kesehatan Buleleng dr Sucipto mengatakan, kasus gigitan anjing paling tinggi terjadi di tahun 2022 pada bulan Juni yakni sebanyak 908 kasus. Berbeda dengan tahun 2020 dan 2021 pada bulan yang sama kasus gigitan terendah justru terjadi yakni sebanyak 161 kasus dan 154 kasus.
“Dari bulan Juli menurun menjadi 717 kasus, Agustus 663 kasus, September 545 kasus dan pada bulan Oktober menurun hingga sebanyak 430 kasus,” terang dr Sucipto, Selasa (1/11/2022).
Kendati terjadi penurunan kasus gigitan anjing suspect rabies, namun di bulan Oktober 2022 terdapat dua kasus kematian akibat rabies. Dan itu terjadi di satu desa dengan waktu berdekatan. Kasus kematian pertama menimpa bocah berusia 7 tahun berasal dari Banjar Dinas Dangin Margi Desa Tirtasari Kecamatan Banjar.
”Warga tersebut meninggal setelah sempat dirawat di rumah sakit dengan gejala rabies dan dinyatakan meninggal pada 12 Oktober 2022. Sedangkan kasus kedua menimpa Nyoman Yordaya berusia 57 tahun dan meninggal dirumah sakit pada 26 Oktober 2022,” jelas dr Sucipto.
Sementara 6 kasus kematian lainnya terjadi sejak bulan Februari 2022 dan tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Buleleng. Diantaranya di Kecamatan Sawan perempuan berusia 56 tahun meregang nyawa pada 4 Februari 2022. Begitu juga di Kecamatan Buleleng membuat pria berusia 40 tahun bernama Wahyu Hidayat meregang nyawa pada 19 Februari 2022. Selanjutnya di Desa Lokapaksa Kecamatan Seririt warga bernama Ketut Artawan (15) meninggal pada 3 April 2022 menyusul perempuan belia berusia 22 tahun bernama Putu Hermayani meninggal pada 29 April 2022.
Begitu juga kasus yang menimpa warga Banjar Dinas Margi, Desa Sari Mekar Kecamatan Buleleng pada 12 Juni 2022 yang menyebabkan nyawa Nyoman Puri (62) tidak dapat diselamatkan dan terakhir kasus gigitan rabies yang menimpa Kadek Devine Aoka P (7) warga BTN Wira Sambangan, Banjar Dinas Bangah Desa Panji Kecematan Sukasada juga mengakibatkan kematian.
“Dari kasus yang terjadi rata-rata terjadi 2 kasus kematian akibat rabies pada bulan yang sama sejak Februari 2022. Artinya bulan Februari 2 kasus, April 2 kasus, Juni 2 kasus dan Oktober 2 kasus. Dan kasus kematian yang terjadi menimpa 4 pria dan 4 kasus pada perempuan dengan usia beragam,” ujar dr Sucipto.
Terkait ketersediaan jumlah VAR, menurut dr Sucipto stok yang tersedia sebanyak 315 vial tersebar di 23 Rabies Center. Dan pada Rabu (2/11-2022) pengadaan VAR Kabupaten Buleleng akan datang sebanyak 1.300 vial jadi total yang ada 1.615 vial.
”VAR diperkirakan cukup sampai minggu ke- 2 Desember 2022 dengan jumlah stok sebanyak 8.816 vial dengan estimasi diperkirakan cukup sampai minggu ke- 3 bulan Januari 2023,” jelasnya.
Sementara itu sejumlah langkah pencegahan untuk mengurangi kasus gigitan anjing suspect rabies sudah dilakukan terutama dengan menyediakan vaksin rabies serta langkah eliminasi. Kepala Dinas Pertanian (Ka Distan) Kabupaten Buleleng Made Sumiarta menjelaskan, pihaknya sudah melakukan sejumlah langkah untuk mengurangi potensi terjadinya kasus GHPR. Diantaranya dengan memberikan sosialisasi KIE melalui media Radio, penyebaran liflet liwat medsos, kegiatan uji oral rabies vaksin (ORV) bersama Kementan RI, FAO, dan Pemprov Bali.
“Kegiatan itu dalam rangka melaksanakan vaksinasi bagi anjing liar, di Kelurahan Banyuning, kegiatan depopulasi (sterilisasi bersama NGO BAWA dan Seva Bhuana) untuk anjing jantan dan betina,” jelasnya.
Selain itu bersama Australia Indonesia Security Health Partnership (AISHP) membantu pembentukan Tim Siaga Rabies (TISIRA) di Desa Mayong, Kecamtan Seririt yang bertujuan untuk mencegah terjadinya rabies di suatu wilayah/desa dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.
”Yang sudah dilaksanakan di Desa Mayong semoga ke depan bisa menjadi rollmodel untuk bisa direplikasikan di desa desa yang lain,” imbuhnya.
Data jumlah anjing yang menunjukkan/terindikasi rabies yang dieliminasi sebanyak 147 ekor dan dari yang eliminasi itu semua positif berdasar laporan dari laboratorium Balai Besar Veteriner (BBVet).
”Hasil vaksinasi tahun ini persentasenya 50,96 persen dengan jumlah anjing sebanyak 26.325 ekor. Dan untuk daerah yang masuk zona merah akan diutamakan dengan istilah vaksin emergenci vaksin rabies. Ini seperti di Desa Tirtasari, Kecamatan Banjar akan kami lakukan pada 7 November 2022 nanti,” katanya.
Sementara itu mengutip sebuah sumber di Distan Buleleng menyebutkan, langkah mengurangi potensi gigitan anjing suspect rabies sedikit terhambat akibat munculnya protes dari kelompok pecinta hewan. Dan itu menyebabkan tindakan eliminasi terhadap hewan berpotensi rabies menjadi terhambat.
”Tindakan eleminasi menjadi dilematis. Satu sisi masuk SOP penanganan rabies tapi ketika ada kasus petugas mengeliminasi muncul pencinta hewan kita disebut membantai hewan tidak berdosa. Makanya tindakan eleminasi terkesan direm,” tandasnya. (625)