JAKARTA | patrolipost.com – Masyarakat yang mendapatkan insentif tarif listrik dari pemerintah mengeluh akibat adanya lonjakan kenaikan pemakaian listrik yang begitu signifikan.
Menjawab hal itu, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril pun menjelaskan penghitungan mengenai bagaimana tarif listrik pemakaian bisa meningkat drastis.
Dia memberikan contoh dengan mengibaratkan kilowatt hour (kWh) yang diibaratkan dengan kue. Misalnya, pemakaian dalam 3 bulan terakhir sebelum adanya insentif pemerintah, yakni Desember 2019 hingga Februari 2020 rata-rata memakan lima kue.
Pada April kemarin, mulai ada kebijakan work from home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah tertentu yang juga bersamaan dengan pemberian insentif tarif listrik. Pastinya, dengan dua faktor tersebut, yakni WFH dan PSBB, tentunya akan memerlukan asupan makan yang banyak, dari biasanya 5 menjadi 7 kue.
“Maka 7 itu yang kita tagihkan rata-rata 5, 5 dulu yang dibayarkan, yang 2 (dari 7) jadi tabungan yang seharusnya dibayar, tapi belum dulu,” tuturnya dalam diskusi MNC Trijaya, kemarin.
Kemudian berlanjut lagi pemakaian bulan Mei, karena suatu kebutuhan dan sekaligus bulan Ramadan yang setiap tahunnya memang mengalami kenaikan pemakaian listrik, masyarakat pun mengkonsumsi 9 kue. Akan tetapi, pihaknya tetap menagih lima kue pada Juni ini.
“Jadi ada 4 dan 2 tadi, itu kelebihannya, jadi 6 pada waktu kita menagihkan setelah kita catat meternya, kita lihat angka sebenarnya di bulan akhir Mei untuk rekening Juni, maka kita lihat bahwa pemakaian yang sebenarnya yang tadi 10, ditambah dengan 6, jadi 16, bandingkan 5 ke 16, bisa 3 kalinya,” ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan fasilitas keringanan bagi pelanggan yang tagihan listriknya membengkak minimal 20 persen di bulan Juni. Keringanan diberikan dengan pembayaran tagihan listrik yang bisa dicicil selama 3 bulan ke depan.(305/jpc)