JAKARTA| patrolipost.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) hukuman kebiri bagi para predator seksual. Terkait itu, Polri menyebut aturan itu tidak berpengaruh pada kinerjanya dalam mengungkap kasus pelecehan seksual.
“Terkait dengan itu kita masih, kepolisian sebagai penyidik tetap mengacu pada KUHP,” kata Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Kamis (7/1).
Ramadhan menyampaikan, pemberian hukuman kepada seorang pelaku pidana bukan ranah kepolisian. Polri hanya bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan. Selanjutnya tersangka kasus pidana diserahkan kepada Kejaksaan untuk disidang di pengadilan.
“Untuk keputusannya, eksekusinya itu eksekusinya bukan ranah dari kepolisian. Eksekusi itu adalah ranah dari jaksa penuntut umum,” ucapnya.
“Kita hanya melakukan penyidikan. Kita melakukan bagaimana mengungkap sesuatu, mencari unsur pidananya. Jadi mengikuti criminal justice system. Jadi eksekusinya adalah dari jaksa penuntut umum,” tandasnya.
Sebelumnya, Jokowi resmi meneken Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak, yang ditandatangani pada 7 Desember 2020.
“Untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OL6 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak,” demikian bunyi PP 70/2020, Minggu (3/1).
Dalam Pasal 1 ayat 2 menjelaskan, tindakan kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Sehingga menimbulkan korban lebih dari satu orang yang mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.
Kemudian, dalam Pasal 2 Ayat 1 menjelaskan, tindakan kebiri kimia merupakan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi dikenakan terhadap pelaku persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. (305/jpc)