DENPASAR | patrolipost.com – Sebagai umat manusia, mendengarkan babaran Dharma merupakan hal yang tersulit. Terutama dalam mempraktikkan Dharma dan yang paling sulit adalah mendapatkan hasil yang sesuai Dharma.
Namun keberuntungan terlahir sebagai umat manusia adalah dapat belajar dan mempraktikkan Dharma dengan tidak melanggar hukum sehingga mendapat reward bebas dari utang karma bagi yang berprestasi.
Perbuatan inilah yang mendasari sebagian besar keyakinan umat Hindu dalam mempercayai Upacara Metatah (potong gigi), yang dipercaya dapat membayar utang karma melalui putra-putri yang memasuki akil balik kepada leluhur. Adapun ritual yang dilakukan pada saat potong gigi adalah mengikis sebanyak 6 gigi bagian atas yang berbentuk taring. Tujuan dari upacara ini untuk mengurangi sifat buruk.
Bukankah mengubah mindset dari perilaku buruk menjadi baik merupakan perbuatan untuk membayar utang karma kepada leluhur yang lahir menjadi putra putri kita? Perbuatan yang paling mulia warisan leluhur inilah yang membuat para orangtua meyakini mampu mengubah mindset putra putrinya menjadi anak yang berbakti yakni, mampu menghindari kekotoran bathin, keserakahan, kesombongan, mabuk-mabukan, iri hati dan kemarahan yang bisa mengantarkan kehidupan berjalan di jalan Dharma.
“Ini memang tidak mudah, perlu dilatih (disangih, ditatah) dengan mempraktikkan pengetahuan Dharma (aksara yang telah ditulis sebagai benih awal ketika anak menginjak usia remaja), guna mencapai jalan terang menuju tujuan,” ujar Ida Pandita Dukuh Celagi Dharma Kirti di Padukuhan Siddha Swasti, Denpasar, Rabu (21/1/2021).
Ida Pandita Dukuh menyebutkan bahwa apapun yang diberikan hari ini, hanyalah awal pengetahuan yang harus dipraktikkan hingga mendapatkan hasil yang diharapkan yaitu menjadi orang yang penuh syukur dan rendah hati serta selalu mengembangkan cinta kasih kepada semua makhluk.
“Memiliki Dharma adalah sebuah keberuntungan, maka dari itu jangan sia-siakan hidup ini, karena berjalannya waktu tidak pernah mundur,” terangnya kepada peserta Metatah usai melakukan sungkem kepada orangtuanya masing-masing.
Lebih lanjut disampaikan bahwa moralitas merupakan pelindung diri yang paling utama, tidak ada yang mampu melindungi diri kita, kecuali moralitas itu. Sehingga untuk mencapainya, tentunya dengan jalan belajar dan berlatih (disangih/ditatah) di bawah bimbingan guru yang telah dipercaya.
“Ingat kebiasaan belum tentu benar, kebenaranlah yang harus dibiasakan,” pungkasnya. (cr02)