MANGUPURA | patrolipost.com – Genap setahun sektor andalan Bali yaitu pariwisata mengalami keterpurukan yang sangat parah, bahkan saat ini dalam kondisi mati suri akibat terdampak pandemi Covid-19. Selanjutnya, faktor keselamatan dan kesehatan menjadi prioritas saat memasuki tatanan kehidupan era baru (new normal), sehingga seluruh elemen dan komponen masyarakat harus disiplin dan konsisten untuk mematuhi Protokol Kesehatan (Prokes).
Hal ini merupakan suatu kondisi yang sangat sulit dan tidak pernah terbayangkan ketika pariwisata yang menjadi ujung tombak pendapatan Bali, khususnya Kabupaten Badung hingga mencapai 90% sumber pendapatannya dari sektor pariwisata terhenti, bahkan menjadi mati suri. Terkait hal ini, Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) Bali, yaitu asosiasi GM di Bali melakukan tatap muka serta diskusi bersama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Badung I Made Sutama, akhir pekan lalu.
“Kolaborasi dan sinergisitas ini adalah upaya yang paling ampuh secara bersama-sama untuk saling membantu dan menguatkan, sehingga bisa melewati badai ini dengan selamat,” kata Sutama, seraya menambahkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Badung pada tahun 2020 ini mengalami penurunan yang sangat tajam.
Sebelum Covid-19 katanya, mencapai Rp350 miliar setiap bulan, namun pada Januari 2021 hanya Rp90 miliar dan untuk Februari ditarget Rp40 miliar. Dalam kondisi sulit ini, pihak Bapenda tetap akan mengupayakan yang terbaik untuk kepentingan stakeholder pariwisata di Badung.
Dalam pertemuan ini, Ketua Bidang Hukum, Legal, dan Hubungan Pemerintahan Bagus Agung Suddajinendra mengatakan, IHGMA hadir untuk bersinergi dengan pihak pemangku kebijakan, salah satunya adalah Bapenda Badung, yang paling merasakan dampak akibat pandemi Covid-19. Sehingga perlu untuk saling memberikan dukungan serta saling menguatkan.
Ketua IHGMA DPD Bali Dr Yoga Iswara, BBA, BBM, MM, CHA, menjelaskan, Bali khususnya Badung harus memiliki keberanian dalam melakukan terobosan dan “breakthrough” dalam mengantisipasi terjadinya mati suri pariwisata di Badung. Bukannya aspek kesehatan dan keselamatan tidak penting, namun bagaimana mengelola konflikasi antara aspek kesehatan dan aspek ekonomi dengan baik, seimbang, dan berdampingan, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan (prokes) yang ketat, namun tetap bisa bernapas untuk menyambung hidup.
Yoga menambahkan, telah banyak konsep dan rencana yang disampaikan, baik oleh pemerintah pusat dan daerah, namun kejelasan timelines dan milestone masih belum ada. Sehingga gagal dalam merencanakan timelines sama artinya dengan merencanakan suatu kegagalan, jika itu terjadi maka harapan dan trust masyarakat akan berdampak besar secara psikologis.
Wakil Ketua I IHGMA DPD Bali Komang Artana mendukung upaya postif yang dilakukan Bapenda dalam membantu dan saling menguatkan selama pandemi Covid-19. Hal ini menambah semangat dan optimisme para pelaku pariwisata, khususnya di Badung yang menerapkan cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan), dan environment sustainability (kelestarian lingkungan) atau CHSE, baik verifikasi oleh Pemerintah Propinsi/Kabupaten maupun Kemenparekraf.
Sekjen IHGMA Bali Fransiska Handoko, CHA, menambahka, saat ini banyak hotel yang bergantung pada suntikan dana pemilik/owner, karena sudah tidak dapat membiayai operational dan menggaji karyawan dikarenakan tidak adanya pendapatan. Pada sisi lain, aturan yang beredar terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tidak tepat sasaran, bahkan banyak merugikan pelaku pariwisata.
Menurut Wakil Ketua II IHGMA DPD Bali Wayan Muka, salah satunya adalah pembatasan jam yang seharusnya lebih fokus pada pengetatan prokes, bukan pembatasan jam pada properti yang sudah menjalankan prokes atau yang sudah mendapatkan sertifikasi CHSE. Sehingga diharapkan Badung kedepannya bisa lebih independen serta tepat sasaran dalam hal kebijakan, bahkan memiliki terobosan yang mandiri dan unggul dalam merespon dampak pandemi Covid-19 di Kabupaten Badung. (246)