DENPASAR | patrolipost.com – Pihak Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai diduga melakukan “blunder” dalam mengawasi Rabi Ayad Abderahman alias Rabie Ayad (30), tersangka kasus skimming Rp 7 triliun yang menjadi buronan Interpol Amerika Serikat. Pasalnya, pihak Imigrasi tidak menahan WNA Lebanon berstatus termohon ekstradisi itu di Rumah Detensi Imigrasi (Rudemin) di saat status hukumnya masih belum inkrah (berkekuatan hukum tetap).
Akibatnya, Rabie menghilang saat Jaksa hendak melakukan pernahanan di Lapas Kerobokan, Denpasar, pada Selasa 29 Oktober lalu. Eksekusi ini dilakukan untuk menjalankan penetapan Pengadilan Tinggi Bali setelah jaksa melakukan perlawanan atau upaya hukum banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Kasus kaburnya pria kelahiran, Beirut, Lebanon, 14 Pebruari 1989 ini berawal saat pihak Kejati Bali menyidangkan Rabie sesuai permintaan pemerintah Amerika Serikat kepada Pemerintah RI.
Setelah melalui beberapa kali persidangan, majelis hakim yang diketuai, I Ketut Kimiarsa dalam sidang putusan, Selasa 22 Oktober lalu, menolak permohonan ekstradisi yang diajukan Kejati Bali.
Dalam putusannya, majelis hakim memerintahkan termohon ekstradisi dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan diucapkan. Alhasil, dalam hitungan kedipan mata, kutipan putusan sudah di tangan jaksa yang kemudian berkoordinasi dengan pihak Imigrasi untuk segera mengeluarkan, Rabie dari Rutan Lapas Kerobokan.
Putusan yang menyatakan termohon ekstradisi dibebaskan dari tahanan ini juga yang membuat pihak Imigrasi tidak menempatkan Rabie Ayad di Redemin sebagai seorang tahanan, tetapi dititipkan di sebuah penginapan.
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Bali, Subroto ketika dikonfirmasi terkait kaburnya, Rabie Ayad menjelaskan, setelah putusan PN denpasar, pihak kejaksaan terus melakukan upaya perlawanan ke Pengadilan Tinggi.
“Jaksa ekstradisi langsung berkoordinasi dengan pihak Rudinim Imigrasi Ngurah Rai. Yang jemput Rabie Ayad di Rutan Kerobokan adalah jaksa ekstradisi dan Imigrasi,” ungkap Subroto.
Dikatakan Aspidum, pihak kejaksaan melakukan koordinasi dengan Imigrasi baik melalui surat maupun lisan. “Ketika itu, pihak Imigrasi sanggup untuk membantu melakukan pengawasan di Rudinim selama tujuh hari,” tegasnya.
Dikatakan Subroto, setelah kejaksaan mendapatkan penetapan penahanan dari Pengadilan Tinggi, kejaksaan langsung berkoordinasi dengan Imigrasi dengan memberikan Surat Penetapan ke pihak Rudinim. “Tapi, jaksa ekstradisi justru dibiarkan atau tidak direspon dengan baik. Itu pada hari Selasa, 29 Oktober,” ungkap Subroto.
Bahkan menurut Aspidum, pihaknya sama sekali tidak diberitahu bila Rabie Ayad tidak ditempatkan di Rudinim. “Sebelum dinyatakan kabur, kami tidak tahu bila pihak Imigrasi telah menempatkan Rabie Ayad di suatu tempat, bukan di Rudinim. Kami tidak diperkenankan untuk tahu hal tersebut,” jelasnya.
Sementara melalui keterangan rilisnya, pihak Imigrasi kelas I TPI Ngurah Rai tidak mau disalahkan terkait kaburnya Rabie. Keputusan pihaknya untuk menahan Rabie di Rumah Detensi Imigrasi (Redemin) melainkan di sebuah villa karena sesuai petikan putusan majelis hakim PN Denpasar dalam surat Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung Nomor : B-2490/ N.1.18 /Eku.2/10/ 2019, 23 Oktober 2019.
Setelah menerima surat tersebut, pihak Imigrasi kemudian menjemput Rabie dari Lapas Kelas II A Kerobokan Denpasar ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai. Lucunya, pihak Imigrasi menafsir putusan Majelis Hakim Pengadilan Tingkat I terhadap Rabie sudah memiliki kekuatan hukum tetap sehingga Rabie diberi kebebasan sembari menunggu dokumen perjalanan dari kedutaan Lebanon.
“Karena tidak memiliki izin tinggal, terhadap warga negara asing atas nama Rabie Ayad Abderahman alias Rabie Ayad alias Patistota ditindaklanjuti sesuai dengan Pasal 116 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian,” mengutip keterangan pers yang ditandatangani kepala kantor Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, Amran Aris.
Entah ingin repot sendiri, kini pihak Imigrasi harus pontang panting mencari keberadaan Rabie dengan berkordinasi dengan institusi terkait. (426)