JAKARTA | patrolipost.com – Seorang wanita warga negara asing (WNA) asal Rusia berinisial AA (32) dideportasi oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar, Bali pada Jumat, 6 September 2024 lalu akibat penyalahgunaan izin tinggal. Berdasarkan hasil pemeriksaan, AA yang merupakan pemegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS) Investor diduga terlibat dalam prostitusi.
Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim menyampaikan, AA masuk ke Indonesia dengan Visa Kunjungan pada Desember 2020 kemudian melakukan perpanjangan ke ITAS Investor. Saat itu, syarat pemberian ITAS Investor yakni setoran modal senilai Rp1 miliar.
Sebelum pemberlakuan Permenkumham (Peraturan Menteri Hukum dan HAM) No 22 Tahun 2023 tentang visa dan izin tinggal, penerbitan ITAS untuk Investor dapat diproses dengan syarat penyertaan modal yang terbilang rendah, yakni Rp 1 miliar.
“Maka pada saat saya menjabat, di aturan terbaru diubah ketentuan modalnya, menjadi Rp 10 miliar untuk izin tinggal terbatas dalam rangka penanaman modal, dan Rp 15 miliar untuk izin tinggal tetap penanam modal. Ini dalam rangka memperketat WNA yang bisa menerima Visa Investor, kami semakin selektif,” jelas Silmy Karim, Kamis di Jakarta, 26 September 2024.
Perubahan kebijakan keimigrasian terkait nilai penyertaan modal bagi pemohon Visa Investor tersebut merespon Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal No 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal.
Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Imigrasi juga gencar menertibkan pemegang visa investor agar tidak disalahgunakan. Imigrasi pun rutin melaksanakan operasi pengawasan orang asing di seluruh Indonesia, khususnya Bali guna menjaring orang asing yang beraktivitas tidak sesuai izin tinggal.
“Pada Juni lalu, Ditjen Imigrasi menindak 103 orang asing asal Taiwan pelaku kejahatan siber, di mana sebagian dari mereka menggunakan visa investor,” imbuhnya.
Silmy menambahkan, secara prosedural, penerbitan visa dapat dilakukan apabila berdasarkan hasil verifikasi persyaratan telah dipenuhi pemohon sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Verifikasi juga dilakukan dengan pengecekan catatan pencegahan dan penangkalan (cekal).
“Dalam proses tersebut, jika secara syarat sudah dipenuhi pemohon dan yang bersangkutan tidak memiliki track record yang patut diwaspadai, maka visanya bisa diterbitkan. Akan tetapi, pada perjalanannya saat berada di Indonesia, tidak semua orang asing memiliki integritas untuk mematuhi peraturan. Contohnya macam-macam, mulai dari berkendara ugal-ugalan sampai beraktivitas tidak sesuai izin tinggal,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, penegakan hukum juga dilakukan terhadap tiga perempuan WNA yakni, dua orang WN Uganda berinisial RKN dan FN serta satu WN Rusia berinisial IT. Mereka ditangkap oleh petugas imigrasi karena terlibat prostitusi di Bali.
“Imigrasi merupakan instansi yang menjalankan dua fungsi, yakni pelayanan dan penegakan hukum. Sebagaimana kami terus melakukan improvement dalam pelayanan, kami juga memperkuat pengawasan keimigrasian,” ujarnya.
Akselerasi pelayanan dan penegakan hukum tidak hanya dilakukan secara sistem dan infrastruktur, akan tetapi juga sampai level kebijakan. Evaluasi tentunya dilakukan secara berkelanjutan untuk memaksimalkan kualitas orang asing yang memasuki Indonesia. (pp03)