JAKARTA | patrolipost.com – Corona di Indonesia belum juga mereda. Indonesia diprediksi menjadi salah satu negara terakhir yang keluar dari pandemi Covid-19.
Menurut pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, kondisi ini bermula dari abainya pemerintah menangani persoalan kesehatan saat wabah Covid-19 pertama kali ditemukan. Alih-alih langsung menerapkan strategi pengendalian Covid-19 ketat seperti lockdown, pemerintah malah fokus menilai kebijakan apa yang tepat diambil.
Tidak mengutamakan persoalan kesehatan, melainkan sejumlah pertimbangan ekonomi hingga kepentingan politik.
Menjelang akhir tahun 2020, pemerintah juga dinilai tak kunjung mengambil strategi ketat pengendalian Covid-19, meskipun pilihan tersebut dinilai Dicky masih sangat mungkin diambil.
“Fokus kita di awal itu ketika kita bisa memilih antara ekonomi, kesehatan, dan politik, kita nggak milih kesehatan, kita milihnya bareng-bareng semua, itu saat itu padahal kita masih punya pilihan,” jelas Dicky, Kamis (29/7/2021).
Pada akhirnya, usai satu setengah tahun lebih pandemi berjalan, Covid-19 di Indonesia belum juga tertangani. Misalnya, persoalan keterbatasan testing harian Covid-19 di tengah lonjakan kasus corona.
Ahli menilai target testing pemerintah minimal 500 ribu per hari, sedangkan hingga Rabu (28/7/2021) total testing Corona harian masih di angka 200 ribu. Sulit untuk menjabarkan kondisi kasus Covid-19 yang sebenarnya, begitu pula dengan strategi penemuan kasus lebih awal untuk menekan laju penularan corona semakin meluas.
“Sekarang kita sudah nggak bisa, nggak bisa kita pilih kesehatan, sudah nggak bisa, sudah sulit, akan berat, dan akan banyak tantangan karena masalahnya dampak perburukan di sektor ekonomi politik sudah besar,” tutur Dicky.
Sengkarut masalah tersebut juga dihadapkan dengan kenyataan Indonesia sebagai negara kepulauan. Pasalnya, jika strategi pengendalian Covid-19 seperti vaksinasi, masifnya testing dan tracing, hingga kedisiplinan protokol kesehatan di Jawa maupun luar pulau Jawa tak merata, Indonesia akan lebih lambat keluar dari krisis pandemi Covid-19.
“Akan ada variasi dari pola kurva pandemi kita, sekarang dikontribusi oleh Jawa, Bali, nanti kan Sumatera, Kalimantan dan sebagainya. Ini yang akan membuat prosesnya lama, kalau strateginya tidak merata sekarang,” sambung dia.
“Sekali lagi, kalau kita diperketat, ya kita sulit, nggak mungkin sekarang lockdown semua, karena sudah terlalu besar wilayahnya, besar ongkosnya, dan juga besar masalahnya,” jelas Dicky.
Dasar prediksi Indonesia menjadi salah satu negara terakhir yang keluar dari pandemi Covid-19 lagi-lagi ditegaskan Dicky karena lambannya penetapan strategi tegas pemerintah di awal pandemi. Jika diibaratkan perlombaan, kata dia, posisi Indonesia sudah berada di salah satu posisi paling belakang.
“Dasar Indonesia (negara terakhir keluar dari krisis pandemi), bukan Indonesia saja, ada banyak negara, dan ini karena satu tantangan terbesar kita adalah negara kepulauan, start kita itu terlambat, itu harus kita akui,” bebernya.
“Karena di awal, kita banyak berjibaku dengan strateginya sendiri, mulai firm ya menjelang pertengahan tahun lalu, itu saja sudah membuat kita terlambat sebulan, atau dua bulan, beberapa hari saja sudah bermakna itu atau beberapa minggu, tapi kita sudah lebih dari sebulan karena penyangkalan dan sebagainya,” pungkasnya. (305/dtc)