DENPASAR | patrolipost.com – Berdasarkan audit Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, nilai kerugian negara akibat korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Mahasiswa Baru Universitas Udayana (Unud) seleksi jalur mandiri dan dana penelitian tahun 2018 – 2022 masing-masing Rp 109 miliar dan Rp 3,8 miliar. Rektor Unud Prof DR NGA yang ditetapkan sebagai tersangka menegaskan pihaknya menghormati proses hukum dan sedang merundingkan langkah selanjutnya bersama penasihat hukumnya.
Assisten Pidana Khusus (As Pidsus) Kejati Bali Agus Eko Purnomo dalam keterangan persnya, Senin (13/3/2023) mengatakan, setelah sebelumnya menetapkan 3 tersangka yakni NPS, IKB dan IMY, pihaknya menetapkan tersangka baru yakni Rektor Unud Prof Dr NGA. Penetapan tersangka baru ini berdasar hasil pemeriksaan terhadap tiga tersangka sebelumnya, temuan alat bukti baru dan digital forensik.
“Dari hasil penyelidikan ditemukan adanya penyimpangan dalam pemungutan SPI yang mengakibatkan kerugian negara Rp 105 miliar dan Rp 3,8 miliar. Selain itu, juga merugikan perekonomian negara. Ini sesuai dengan hasil audit internal Kejati Bali,” ujar Agus didampingi Kasi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana Putra.
“Perlu kami sampaikan bahwa setelah melakukan gelar perkara ada penambahan tersangka baru dalam kasus ini berinisal Prof DR NGA. Jadi, jumlah tersangka menjadi empat orang setelah sebelumnya sudah kita tetapkan tiga orang tersangka. Kapasitas Prof DR NGA pada saat itu sebagai Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru,” tambahnya.
Dalam proses penerimaan mahasiswa baru Unud, Panitia memungut uang SPI mulai Rp 1 juta hingga Rp 150 juta. Besarannya tergantung masing-masing Prodi. Kabarnya, pungutan SPI paling besar terjadi di Fakultas Kedokteran Unud. SPI ini dimulai pada Tahun Akademik 2018-2019.
Pungutan SPI ini sendiri sempat didemo ratusan mahasiswa yang menolak pungutan ini. Apalagi tidak ada transparansi dalam pengelolaan dana SPI ini. Namun Rektor Unud saat itu, Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi mengatakan bahwa pungutan tersebut sudah sesuai UU 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Permendikti Nomor 39 Tahun 2017.
“Dalam kasus ini Prof DR NGA dijerat Pasal 2 ayat (1), pasal 3, pasal 12 huruf f junto pasal 18 UU Tipikor junto pasal 55 ayat (1) KUHP. Kita koordinasi dengan PPATK telusuri rekening tersangka,” kata Agus Eko.
Meski telah menyandang status sebagai tersangka sejak 8 Maret lalu, namun Agus Eko belum dapat memastikan untuk dilakukan pencekalan seperti tiga tersangka lainnya.
“Kita sudah infokan kepada As Intel terkait status tersangka ini. Dan hari ini, yang bersangkutan sedang diperiksa sebagai saksi untuk tiga tersangka sebelumnya,” terangnya.
Sementara itu, setelah menjalani pemeriksaan selama 9 jam dan menjawab 48 pertanyaan dari penyidik, pukul 18.00 Wita Prof DR NGA keluar dari ruang pemeriksaan. Kepada wartawan yang telah menunggunya dari pagi, NGA mengatakan, ia telah menerima surat penetapan dirinya sebagai tersangka dari penyidik saat dirinya diperiksa sebagai saksi. Ia mengaku akan menghormati proses hukum. Namun ia akan berkonsultasi dengan tim hukum mengenai langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya.
“Sudah diserahkan (surat) saat diperiksa tadi. Berkaitan dengan status saya sebagai tersangka. Saya akan pelajari dulu segala sesuatunya. Sampai saat ini belum bisa dijelaskan. Kami menghargai proses hukum,” katanya.
Mengenai SPI, Gde Antara menjelaskan SPI itu dimungkinan dilakukan asal sesuai regulasi. “Sesuai regulasi, sistemnya, dan yang paling penting adalah tidak ada mengalir ke para pihak atau individu-individu tertentu. Kami yakin, staf kami tidak ada (menerima). Semua mengalir ke kas negara,” ujarnya. (007)