DENPASAR | patrolipost.com – Menjawab aspirasi driver Bali, DPRD Provinsi Bali berinisiatif merancang Raperda yang mengatur Penyelenggaraan Layanan Angkutan Sewa Khusus Pariwisata (ASKP) Berbasis Aplikasi di Provinsi Bali. Untuk itu, Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta, mendukung dan mengapresiasi Raperda inisiatif Dewan tersebut.
“Inilah cara kita membantu secara utuh teman-teman driver di Bali,” kata Giri Prasta dalam Rapat Paripurna ke-3 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 di Ruang Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Senin (8/9/2025).
Ia berpendapat, Raperda adalah hal yang sangat penting sebagai bagian dari implementasi law enforcement. Dengan adanya Perda ini, pihaknya akan memastikan sesuai dengan undang-undang serta tidak bertentangan dengan aturan di atasnya.
“Yang kami harapkan hanya satu, yaitu masyarakat kami bisa menjadi tuan di rumah sendiri. Bila perlu, kita akan buatkan aplikasi khusus,” jelasnya.
Wagub Giri Prasta juga meminta jajaran DPRD melalui pimpinan dan Pansus agar menggali lebih banyak masukan dari berbagai stakeholder sehingga langkah yang diambil benar-benar link and match.
Sementara itu, untuk penyempurnaan Raperda ini, Gubernur Bali Wayan Koster memberi beberapa masukan terkait aspek teknis dan substansi dalam pendapat tertulisnya yang dibacakan Wagub Giri Prasta.
Koster mendukung pengaturan yang mewajibkan Angkutan Sewa Khusus Pariwisata berada dalam penguasaan badan usaha berbadan hukum Indonesia guna menjamin profesionalisme, akuntabilitas, dan kepastian hukum penyelenggaraan angkutan pariwisata.
Gubernur Koster menyampaikan, keberadaan layanan sewa khusus pariwisata berbasis aplikasi adalah sebuah keniscayaan bagi Bali. Pesatnya perkembangan sektor pariwisata meningkatkan kebutuhan akan layanan transportasi yang aman, nyaman, tertib, dan profesional.
“Perkembangan teknologi informasi telah menghadirkan layanan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi, yang menjadi salah satu alternatif wisatawan karena kemudahan, kepastian tarif, dan kenyamanan layanan,” paparnya.
Namun, di sisi lain, keberadaan layanan daring itu kata Koster menimbulkan sejumlah permasalahan, seperti masih ditemukannya penggunaan kendaraan berplat luar daerah dan tidak dilengkapi izin penyelenggara.
Selain itu, muncul pula persaingan tidak sehat yang memicu konflik antara usaha transportasi lokal dengan penyedia aplikasi, serta belum adanya standarisasi layanan angkutan umum untuk pariwisata di Bali.
Untuk itu, kata Koster dibutuhkan regulasi untuk melindungi pelaku usaha lokal dan memberikan kepastian hukum dalam menjaga nilai-nilai budaya Bali.
Gubernur Koster berpendapat, Raperda ini sangat dibutuhkan dan diyakini mampu menjawab tantangan pertumbuhan layanan transportasi daring di Bali, khususnya yang berorientasi pada pariwisata.
Raperda ini juga diharapkan mampu membenahi pengaturan sistem angkutan yang tidak sesuai dengan karakteristik Bali sebagai daerah tujuan wisata.
Gubernur Koster juga menyinggung proses penerbitan izin dan verifikasi teknis/administratif untuk Angkutan Sewa Umum dan Angkutan Pariwisata yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“Oleh karena itu, perlu diperhatikan agar Raperda ini tidak meniadakan atau menggantikan kewenangan pusat,” ujarnya.
Ia menjelaskan, lingkup kewenangan Pemprov Bali hanya sebatas fungsi pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap layanan angkutan di lapangan, termasuk memastikan standar pelayanan sesuai nilai budaya Bali dan menjaga kualitas layanan pariwisata.
Mengacu pada kewenangan itu, Pemprov Bali akan berfokus pada hal-hal yang berkaitan dengan standar pelayanan minimal yang berlaku untuk layanan angkutan sewa khusus pariwisata.
“Kami juga fokus pada pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha serta tindak lanjut pengaduan masyarakat,” imbuhnya.
Untuk mewujudkan pariwisata Bali yang berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat, Gubernur Koster juga menyetujui aturan yang mewajibkan pengemudi layanan ASKP memenuhi persyaratan khusus.
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah memiliki sertifikat kompetensi yang meliputi pemahaman budaya Bali, etika pelayanan pariwisata, keselamatan, dan ketertiban berlalu lintas.
Namun, ia mengusulkan kata kompetensi dihilangkan mengingat skema kompetensi pengemudi pariwisata belum tersedia di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
“Jadi, pengemudi pariwisata cukup mendapat pelatihan/pendidikan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Bali bekerja sama dengan stakeholder terkait,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, menyampaikan bahwa Raperda inisiatif ini merupakan respons atas aspirasi driver Bali. Ia berharap, jajarannya mengawal Raperda ini untuk memberikan yang terbaik sesuai tuntutan para driver. (pp05)