MANGUPURA | patrolipost.com – Rencana Pemkab Badung menerapkan pajak 10 persen terhadap rumah kos ditolak kalangan DPRD Badung serta pemilik rumah kos. Sejumlah pemilik rumah kos di wilayah Badung mengaku keberatan kalau rumah kosnya harus dipatok pajak, apalagi sampai 10 persen.
Bila pemerintah ngotot mengenakan pajak, maka sejumlah pemilik rumah kos mengancam akan menaikkan harga sewa. Celakanya, bila sewa kos naik, maka yang paling merasakan dampaknya adalah penyewanya. Sebab, tidak sedikit yang tinggal di rumah kos adalah para pekerja, para siswa dan mahasiswa. Otomatis, naiknya sewa kos akan memberatkan mereka.
Seorang pemilik kos di kawasan Dalung bahkan terang-terangan mengaku keberatan kalau sampai tempat kosnya dikenakan pajak 10 persen. “Tentu kami keberatan kalau rumah kos sampai dipajaki,” ungkapnya sembari meminta namanya dirahasiakan.
Menurut dia, selaku pemilik kos dirinya mengaku kasihan kepada si penyewa. Pasalnya, kalau kena pajak otomatis biaya itu akan dibebankan ke penyewa. “Kalau ada pajak kami sih nggak masalah. Tinggal naikkan saja sewa kosnya,” katanya lagi.
Pihaknya menyebut kebijakan ini akan menjadi beban bagi si penyewa. Sebab, sebagian besar yang ngekos di tempatnya adalah para pekerja yang gajinya tidak seberapa. “Sewa kos 500 ribu saja mereka sudah berat. Kalau kena pajak sudah pasti mereka tambah berat,” jelasnya.
Yang paling kasihan adalah para siswa dan mahasiswa yang ngekos di Badung. Pasalnya, mereka juga pasti merasakan imbas dari kebijakan ini. “Begitu juga para pelajar, mereka juga pasti nanggung pajak. Kami selaku pemilik kos sudah pasti tidak mau rugi. Pajak tentu kami bebankan ke mereka,” paparnya.
Dirinya selaku masyarakat berharap, pajak rumah kos ini dipertimbangkan lagi. Pasalnya, dampak dari pengenaan pajak ini akan berimbas pada para pekerja dan pelajar yang ngekos di Badung.
“Sekali lagi kami sih tidak masalah, kalau benar (dikenakan pajak 10 persen). Tinggal kami naikkan sewanya untuk pajak,” ucapnya.
Nada penolakan justru santer dari penghuni kos. Seorang mahasiswa yang ngekos di Dalung mengaku sangat menyayangkan kalau benar rumah kos sampai dikenakan pajak 10 persen.
“Tentu kami selaku mahasiswa keberatan. Kami ke sini terpaksa ngekos karena kuliah. Harga kos segini saja sudah mahal,” katanya sembari menyebut dirinya tiap bulan merogoh kocek Rp 500 ribu hanya untuk sewa kamar, belum lagi biaya listrik.
“Jangan kan kami (mahasiswa, red) yang bekerja pun berat kalau sampai sewa dinaikkan oleh ibu kos,” terang mahasiswa yang wanti-wanti minta identitasnya dirahasiakan.
Ada sejumlah payung hukum yang dipakai Pemkab Badung untuk menjerat pajak dari pemilik rumah kos. Salah satunya Peraturan Bupati (Perbup) No 35 Tahun 2019 tentang tata cara permohonan pendaftaran kembali dan penyesuaian izin pengelolaan rumah kos. Dengan Perbup ini, rumah kos selain sebagai sumber pendapatan daerah juga untuk mencegah rumah kos ‘mematikan’ usaha akomodasi wisata berizinan di Badung.
Hanya saja belakangan, terbitnya Perbup rumah kos ini mulai menuai pro dan kontra. Penolakan bahkan datang dari kalangan DPRD Badung. Legislator menyebut pengenaan pajak rumah kos ini terlalu berlebihan dan bisa mematikan peluang usaha masyarakat lokal. Pasalnya, semua rumah kos bakal dikenakan pajak 10 persen.
Ketua DPRD Badung Putu Parwata selaku tokoh masyarakat Dalung juga memberi tanggapan atas kebijakan ini. Menurutnya pemungutan pajak rumah kos ini adalah keinginan pemerintah untuk melakukan pemungutan pajak terhadap rumah kos. Inisiatif ini baik tetapi mungkin lebih tepatnya harus melakukan kajian yang tepat.
“Berapa jumlah potensi dan seberapa potensi pajak kita akan dapat. Supaya tidak besar pasak daripada tiang. Perangkat kita siapkan tapi potensi tidak maksimal atau terlalu kecil, mubazir,” tegas Parwata dikonfirmasi terpisah, Jumat (4/10).
Kata dia, terpenting sekarang pemerintah harus mendata potensi Pajak Hotel dan Restoran di tingkat desa. Karena kepala desa maupun perbekel pasti memiliki data lengkap akomodasi wisata yang ada di desanya. Terlebih ada indikasi dan dugaan pajak lose atau bocor. Seperti di kawasan Tububeneng, Canggu, Kerobokan dan sekitarnya. Sehingga instansi terkait harus menyinkronkan data antara desa setempat dan instansi terkait.
“Iya, sebaiknya fokus dulu terhadap potensi pajak yang sudah ada, sambil jalan mengaji potensi pajak rumah kos,” saran Parwata. (634)