Hal ini terjadi pada saat pelaksanaan vaksinasi hanya mayoritas anjing dewasa yang tervaksin, sedangkan anak anjing masih dalam kandungan, baru lahir atau lahir pasca vaksinasi sehingga terlewatkan saat vaksinasi rabies berlangsung.
Dalam rangka menekan perkembangbiakan populasi anjing Dinas Peternakan Provinsi Bali telah dilakukan kegiatan kontrol populasi berupa castrasi dan sterilisasi di seluruh kabupaten/kota. Namun demikian dalam pelaksanaannya kerap dihadapi permasalahan seperti, beberapa daerah team vaksinatur masih kesulitan menangkap anjing untuk divaksin.
“Kesulitan ini terjadi akibat rendahnya kesadaran masyarakat walaupun KIE sudah dilakukan secara optimal,” sebut Mardiana sembari menjelaskan, masih adanya kebiasaan masyarakat membuang anak anjing yang tidak dikehendaki di tempat-tempat tertentu, adanya kebiasaan masyarakat yang memungut anak anjing yang tidak jelas.
Dari hasil survei lapangan disebutkan anjing tanpa pemilik masih ditemukan di beberapa daerah di Bali yang dalam keseharianya bercampur dengan anjing berpemilik yang dilepas liarkan. Bahkan sampai memunculkan isu negatif ,misalnya terjadinya kematian, sakit, keguguran (pada anjing betina bunting) pada beberapa ekor anjing setalah divaksinasi rabies yang diviralkan melalui media sosial yang akhirnya mengganggu capaian target vaksinasi rabies.
“Dari data kasus kematian pada manusia sebanyak 4 orang (2 orang dari Kabupaten Buleleng, 1 orang dari klungkung, 1 orang dari Kabupaten Bangli) semuanya disebabkan yang bersangkutan tidak melapor sesuai SOP sehingga semua korban tidak memperoleh perlakukan sesuai SOP, misalkan pemberian VAR.
Ditambahkannya, rata-rata hasil serosurveilans 3 bulan pasca vaksinasi rabies menunjukkan hasil herdimmunity 60,6 % di seluruh Bali dan tren ini akan diyakini terus meningkat. (arw)