DENPASAR | patrolipost.com – Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan) Provinsi Bali, I Wayan Sunada membantah salah satu pemberitaan di media online bahwa 30 babi kiriman dari Bali ke Flores Timur, mati terjangkit flu babi African Swan Fever (ASF).
“Tidak benar ada 30 babi kiriman dari Bali mati terjangkit ASF di Flores Timur. Itu bukan dari Bali,” katanya di Denpasar, Rabu (18/1/2023).
Sejak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Bali mewabah akhir Juni 2022 hingga sekarang, seluruh kabupaten/kota di Bali dinyatakan sebagai zona merah.
“Ini sesuai dengan Surat Edaran Satgas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku Nasional tentang Pengendalian Lalu Lintas Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku dan Produk Hewan Rentan Penyakit Mulut dan Kuku berbasis kewilayahan,” jelasnya.
Sejak 1 Agustus 2022 Provinsi Bali telah dinyatakan zero reported case PMK. Namun, seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali masih dinyatakan sebagai zona merah.
“Jadi sesuai dengan SE Satgas Penanganan PMK Nasional No 8, tidak diizinkan melalulintaskan hewan rentan PMK dari zona merah ke zona hijau, zona kuning maupun zona putih,” jelas Wayan Sunada.
Berdasarkan peraturan tersebut, pihaknya tidak pernah mengeluarkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) maupun rekomendasi teknis pengiriman Hewan Rentan PMK ke daerah yang dinyatakan sebagai zona hijau maupun zona kuning.
“Seluruh kabupaten/kota di provinsi NTT sampai saat ini dinyatakan sebagai zona hijau, dengan demikian tidak diperkenankan adanya lalu lintas Hewan Rentan PMK dari daerah zona merah, zona kuning maupun zona putih ke Provinsi NTT,” jelasnya.
Dikatakan, persyaratan tender kepada penyedia yang menyatakan bahwa ternak babi harus berasal dari daerah (provinsi) setempat sebagai kelompok calon penerima manfaat.
“Pernyataan Kepala BPTUHPT Denpasar ini diperkuat dengan dokumen karantina yang menyatakan, ternak babi berasal dari Kota Kupang. Jadi tidak benar ada 30 babi kiriman dari Bali mati terjangkit ASF di Flores Timur,” ujarnya. (pp03)